Bisnis.com, JAKARTA —Tiga karyawan Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi bos mereka dilaporkan balik ke penegak hukum.
Kabar itu disampaikan oleh Direktur Kantor Hukum Lokataru Haris Azhar yang tengah mendampingi sejumlah karyawan yang telah diperiksa sebagai saksi sebulan terakhir.
“Selama ini mereka diperiksa sebagai saksi, menurut saya ini upaya yang mengada ada saja,” kata Haris melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Selasa (9/3/2021).
Haris meminta agar pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menolak dijadikan alat oleh pelaku korupsi pengadaan lahan program DP 0 rupiah itu untuk meneror pelapor.
“Agar pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta jangan mau dijadikan alat oleh pelaku untuk meneror pelapor,” tuturnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyidiki dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur pada tahun 2019 lalu.
Baca Juga
Pengadaan tanah itu berkaitan dengan janji politik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ihwal program Rumah DP 0 rupiah.
Belakangan berdasarkan surat perintah penyidikan atau Sprindik KPK, nama Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan bersama Anja Runtuwene, Tommy Adrian dan korporasi atas nama PT Adonara Propertindo telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya telah mengantongi dua bukti permulaan yang cukup untuk melanjutkan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
“Saat ini,kami belum dapat menyampaikan detail kasus dan tersangkanya karena sebagaimana telah disampaikan bahwa kebijakan KPK terkait hal ini adalah pengumuman tersangka akan dilakukan saat penangkapan atau penahanan telah dilakukan,” kata Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Menurut informasi yang dihimpun Bisnis di KPK, terdapat sembilan laporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh pihak BUMD DKI Jakarta.
Adapun, dari sembilan laporan itu yang sudah naik ke penyidikan yakni terkait pembelian tanah di daerah Munjul, Pondok Ranggon untuk program rumah DP 0 Rupiah.
Menurut sumber, modus korupsi itu diduga terkait markup atau permainan harga yang ditaksir oleh pihak apraisial yang tidak berkompeten.
Total dari sembilan laporan itu terindikasi merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah. Sementara, untuk satu laporan yang telah naik ke taraf penyidikan tersebut total kerugian negara di kisaran angka Rp100 miliar.