Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mendatangi Kemenkumham untuk menyerahkan surat penolakan terhadap penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat di Deli Serdang.
Langkah AHY diikuti para pendukung KLB yang juga mendatangi Kemenkumkah.
Berbeda dengan AHY, kubu KLB Deli Serdang mendaftarkan hasil kongres pada hari ini, Senin (8/3/2021).
Dua peristiwa di Kemekum tersebut membuka babak baru pertempuran panjang dalam percaturan politik internal Partai Demokrat.
Dalam ajang KLB Demokrat di Deli Serdang, Sumatra Utara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko diangkat sebagai ketua umum.
Terlepas apakah cara pengambilan keputusan “membelah diri” itu konstitusional atau tidak, munculmya nama Moeldoko sebagai ketua umum menandai tdualisme kepemimpinan dalam tubuh Partai Demokrat, meski belum ada legalitas formal untuk kubu KLB.
Baca Juga
Dalam kondisi demikian, agak sulit menebak seperti apa ujung penyelesaian konflik internal partai berlambang mercy itu nantinya. Tak heran jika hal itu menimbulkan berbagai spekulasi.
Apalagi AHY secara terbuka menyerukan perlawanan kepada para pihak yang menggelar KLB dengan penunjukan mantan panglima TNI itu sebagai ketua umum.
Artinya, AHY tak mau tinggal diam atas gerakan pengambilalihan kekuasaan oleh Moedoko, dengan bantuan para kader Demokrat yang dipecat AHY.
Pada sisi lain, pimpinan sidang KLB, Jhoni Allen Marbun yang kini didapuk menjadi Sekjen Partai Demokrat mengatakan selain mendaftarkan hasil KLB ke Kemenkumham, pihaknya juga siap menghadapi tantangan dari AHY.
Apalagi dia juga mengaku telah menyusun AD/ART baru yang telah disahkan di kongres Deli Serdang.
Tidak hanya itu pengurus baru juga berisikan para mantan kader yang dipecat, yang juga punya dukungan di tingkat bawah seperti mantan ketua DPR Marzuki Alie dan para pendiri partai lainnya.
Dalam konteks terkini itulah, peran pemerintah tidak bisa dilepaskan meski pada saat yang sama pemegang kekuasaan tidak boleh juga melakukan intervensi sesuai dengan Undang-undang Partai Politik yang ada. Aturan harus ditegakkan, namun aspek demokrasi tidak boleh dilanggar oleh semua pihak.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam akun media sosialnya mengatakan dasar penyelesaian polemik Demokrat oleh pemerintah adalah UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
"AD/ART yang diserahkan terakhir atau yang berlaku pada saat sekarang ini," kata Mahfud dikutip dari rekaman video, Minggu (7/3/2021).
Selain itu, Mahfud menyebut pemerintah hingga saat ini masih menganggap AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Sementara untuk kongres luar biasa yang digelar di Deli Serdang, Sumatra Utara, pemerintah menurut Mahfud masih menunggu hasilnya dilaporkan ke pemerintah.
Hanya saja, berkaca dari pengalaman, ada kecenderungan partai yang berkonflik akan bergabung ke barisan pemerintah karena akan dapat memperkuat dukungan. Pada sisi lain, pemerintah juga punya kepentingan untuk memperkuat basis parpol pendukungnya.
Partai Golkar menjadi contoh dari fenomena politik tersebut. Dualisme kepemimpinan yang “mirip-mirip” dengan kasus Partai Demokrat itu berujung masuknya salah satu kubu ke pemerintahan.
Demikian juga halnya yang pernah terjadi dengan Hanura, PKB, dan PAN meski dalam konteks yang sedikit berbeda.
Apapun yang akan terjadi dengan AHY dan Moeldoko, serta berapa lama konflik internal Partai Demokrat akan berakhir, publik mendapat tontonan tentang belum matangnya parpol nasional dalam berdemokrasi.
Hal itu bisa dinilai memalukan mengingat reformasi sudah berjalan lebih dari 20 tahun, yang mengharapkan munculnya era demokrasi di Tanah Air.