Bisnis.com, JAKARTA - Pasukan keamanan Myanmar menembakkan amunisi aktif, peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan protes anti-kudeta ketika para demonstran kembali turun ke jalan hari ini, Kamis (4/3/2021). Sejak kudeta militer awal Februari lalu, tercatat telah 38 pendemo tewas akibat aksi represif militer Myanmar.
Unjuk rasa di Yangon, Mandalay, Myingan dan kota-kota lain dilakukan saat ribuan pelayat menghadiri pemakaman seorang wanita berusia 19 tahun yang terbunuh setelah kepalanya tertembak dalam aksi demonstrasi kemarin, Rabu (3/3/2021).
Pengunjuk rasa mengatakan mereka menolak untuk menerima kudeta militer 1 Februari dan bertekad untuk mendesak pembebasan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Pendemo menuntut pengakuan atas kemenangannya dalam pemilihan umum yang dihelat November 2020.
"Kami tahu bahwa kami selalu bisa ditembak dan dibunuh dengan peluru tajam," kata aktivis Maung Saungkha seperti dikutip Aljazeera.com, Kamis (4/3/2021). Dia menegaskan tidak ada artinya tetap hidup di bawah junta.
Sementara itu di Sachaung, lingkungan perumahan yang ditutup dengan barikade yang dibangun dari karung pasir, ban, batu bata, dan kawat berduri, Thinzar Shunlei Yi menggambarkan pembunuhan hari Rabu sebagai 'peristiwa mengerikan'.
Baca Juga
Dia mengatakan perlawanan sekarang adalah tugasnya dan dia berjanji untuk melakukan protes setiap hari. "Sungguh mengerikan bahwa militer di Myanmar tidak pernah berubah sejak 1962," katanya.
Di beberapa bagian Yangon, pengunjuk rasa menggantung seprai dan sarung di seberang jalan untuk mengaburkan pandangan polisi.
Di sisi lain, aparat memasang kawat berduri untuk memperkuat barikade polisi kemudian melepaskan tembakan dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan protes di kota serta di pusat kota Monywa. Polisi juga menembak massa di kota Pathein, sebelah barat Yangon.