Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lempar Pabrik Rokok, 4 Ibu dan 2 Bayi Masuk Tahanan. Ini Kronologinya

Akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat, menangguhkan penahanan empat ibu rumah tangga terdakwa kasus perusakan gudang tembakau milik UD Mawar Putra.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Heboh kasus penahanan empat ibu rumah tangga yang membawa dua bayinya di NTB sempat mewarnai media sosial.

Akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat, menangguhkan penahanan empat ibu rumah tangga (IRT) tersebut.

Mereka menjadi terdakwa perusakan dengan melemparkan batu ke gudang tembakau milik UD Mawar Putra di Desa Wajageseng, Kabupaten Lombok Tengah.

Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Senin (22/2/2021) mengatakan penangguhan penahanan ke empat IRT terdakwa perusakan ditetapkan Majelis Hakim dalam sidang perdananya.

"Jadi penahanan ke empat terdakwa sudah ditangguhkan berdasarkan penetapan hakim," ucap Dedi Irawan.

Dedi menyampaikan hal tersebut berdasarkan informasi yang diteruskan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.

Bahkan JPU dikatakannya telah melaksanakan penetapan itu dengan mengeluarkan ke empat terdakwa dari Rumah Tahanan (Rutan) Praya.

"Pelaksanaan penetapan itu sudah dilakukan JPU, sekitar pukul 14.00 WITA mereka dikeluarkan dari rutan," ujarnya.

Meski penahanan telah ditangguhkan, persidangan masih akan berlangsung. Agenda persidangan selanjutnya adalah pembacaan eksepsi (nota keberatan).

Majelis Hakim yang dipimpin Asri dengan anggota Pipit Christa dan Maulida Ariyanti, menetapkannya sidang dilanjutkan pada Kamis (25/2/2021).

Konstruksi Perkara

Empat terdakwa dalam kasus ini adalah Tultiah, Nurul Hidayah alias Inaq Alpin, Martini alias Inaq Abi, dan Fatimah Inaq Ais.

Dalam perkaranya, mereka berempat didakwa dengan Pasal 170 Ayat 1 KUHP tentang perusakan yang ancaman hukuman pidana lima tahun dan enam bulan penjara.

Kasus pelemparan itu sendiri terjadi pada Desember 2020.

Mereka pun menjadi terdakwa atas laporan pemilik gudang yang merasa dirugikan akibat pelemparan batu yang terjadi.

Perbuatan para terdakwa membuat korban bernama Muhamad Suhardi yang sekaligus menjadi saksi dalam kasus ini merugi Rp4,5 juta.

Empat Ibu rumah tangga dari Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, itu harus mendekam di balik jeruji Kejaksaan Negeri Praya karena kasusnya. Bahkan, dua dari mereka harus membawa bayinya berada di balik jeruji karena mesti menyusui.

Keempat IRT itu sebelumnya melempar pabrik rokok yang berada di Dusun Eat Nyiur sebagai bentuk protes karena polusi yang ditimbulkan dan justru pabrik memilih mempekerjakan orang luar dibanding warga setempat.

Kasus Menjadi Viral

Kasus tersebut menjadi viral setelah beredar informasi bahwa keempat ibu tersebut ditahan bersama bayinya.

Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ahmad Sahroni meminta empat orang ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan bersama anaknya karena masih menyusui di Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, untuk segera dibebaskan.

"Dalam hukum itu ada namanya aspek-aspek humanis yang perlu dipertimbangkan, apalagi para IRT ini masih dibutuhkan oleh anak-anaknya. Sangat tidak masuk akal kalau mereka sampai harus menyusui di penjara. Karenanya, saya sudah menelepon pihak kejaksaan dan polisi untuk segera membebaskan mereka,” ujar Sahroni melalui keterangannya kepada wartawan, di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, keputusan untuk memenjarakan para IRT itu hanya karena tuduhan perusakan tidak bijaksana dan tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

Sahroni menambahkan bahwa dalam melakukan penegakan hukum seharusnya para petugas juga melihat latar belakang kasus secara menyeluruh.

Dalam kasus tersebut, tambah politikus Partai NasDem itu, jelas-jelas para IRT itu melakukan pelemparan batu ke pabrik rokok karena dianggap pencemaran lingkungan yang membahayakan warga.

"Apalagi, sebenarnya ibu-ibu ini hanya memperjuangkan haknya untuk bisa menghirup udara bersih. Jadi, tidak bisa dibenarkan kalau tindakan ini harus berakhir di tahanan. Saya dari Komisi III menilai hal ini sudah tidak bisa dibiarkan dan para IRT itu harus dibebaskan," demikian Sahroni.

Klarifikasi Polda NTB

Terkait kehebohan yang terjadi, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menegaskan tidak pernah melakukan penahanan terhadap empat ibu rumah tangga yang diduga sebagai pelaku perusakan pabrik atau gudang tembakau di Lombok Tengah.

Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto SIK MSi melalui siaran persnya, Minggu dini hari, menegaskan pihak Polres Lombok Tengah yang menerima laporan kasus perusakan sesuai Pasal 170 KUHP itu telah melakukan proses hukum sesuai prosedur, tetapi tidak melakukan penahanan terhadap pelaku.

"Pihak Polres Lombok Tengah telah melakukan lebih dari dua kali mediasi kedua pihak untuk penyelesaiannya, namun tidak ada titik temu dan kesepakatan, kemudian penyidik melanjutkan proses penyidikan sesuai prosedur hukum yang berlaku," katanya.

Selama proses penyidikan dan penyelidikan, tegas Artanto, polisi tidak melakukan penahanan.

Pihak Polres Lombok Tengah melanjutkan laporan menjadi berkas perkara. Setelah dinyatakan P21 (lengkap) berkas tersebut diserahkan dan atau dilimpahkan penanganannya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya.

“Jadi, saya tegaskan kembali bahwa tidak ada penahanan selama proses hukum yang dilakukan Polres Lombok Tengah,” katanya.

Kasus tersebut kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Februari 2021.

Menurut Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Praya Abdul Haris berkas perkara tahap dua kasus perusakan gudang tembakau itu secara formil telah terpenuhi. Para tersangka sesuai aturan ditahan karena tidak ada yang mengajukan surat penangguhan.

"Pada saat kami terima tahap II tiga hari lalu, hanya empat tersangka, itu dititipkan di Polsek Praya Tengah, karena tidak ada yang menjamin atau mengajukan surat penangguhan," katanya, kepada wartawan di kantornya, Jumat (19/2/2021).

Bantuan Advokat

Kasus tersebut kemudian mendorong 50 advokat bergabung dalam koalisi "Nyalakan Keadilan untuk IRT". Mereka siap memberikan pendampingan hukum kepada empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan bersama balitanya di Kejari Praya, Nusa Tenggara Barat.

Sebagai langkah awal, kata Koordinator Tim Keadilan untuk IRT Ali Usman Ahim di Mataram, Sabtu, pihaknya mulai melakukan investigasi, mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan dari para pihak terkait untuk mengetahui kronologi kejadian serta duduk persoalan sesungguhnya yang terjadi.

Selain menjenguk empat IRT di Rutan Praya, pihaknya juga menemui pihak keluarga serta melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi kejadian kasus dugaan perusakan yang menjadi dasar kasus hukum tersebut.

Sekretaris DPD Partai Gerindra NTB yang juga mantan Direktur Eksekutif Walhi NTB ini menganggap aneh kasus yang membelit para IRT tersebut sampai harus diproses hukum.

Pasalnya, ada langkah-langkah restorative justice yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tersebut, tanpa harus melalui proses hukum, apalagi penyebabnya hanya persoalan sepele.

Anggota tim hukum lain, Apriadi Abdi Negara, yang juga Ketua LBH Pencari Keadilan menegaskan bahwa hukum dibuat untuk menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat, bukan malah untuk melanggengkan penindasan.

Penegakan hukum model seperti ini, menurut Abdi, tidak berkesesuaian dengan tujuan penciptaan hukum itu sendiri.

Hal itulah yang menggerakkan berbagai elemen masyarakat membantu upaya penyelesaian kasus yang menimpa empat IRT beserta keluarganya tersebut.

Berdasarkan hasil investigasi tim, kata Ikhsan Ramdhani yang juga anggota tim hukum, empat IRT tersebut ditahan lantaran dituduh melakukan perusakan dengan melemparkan batu ke gudang pabrik tembakau, UD Mawar Putra.

Dua di antara IRT itu, kata Ketua Formapi NTB ini, memiliki anak berusia sekitar 1 tahun dan 1,5 tahun ikut bersama ibunya berada di sel karena harus diberikan ASI.

Setelah pihaknya melakukan olah TKP, tidak ada kerusakan yang timbul akibat perbuatan empat IRT tersebut.

"Saya tidak habis pikir apa yang menjadi dasar pertimbangan objektif pihak jaksa sehingga menahan mereka. Kenapa penyidik seperti memaksakan perkara diproses?" katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Sumber : Atara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper