Bisnis.com, JAKARTA - RUU Bank Makanan dinilai perlu disusun segera untuk mengatasi persoalan pangan di Tanah Air.
RUU tersebut diharapkan dapat membantu rakyat yang sedang kesusahan secara sosial dan ekonomi dengan meningkatkan solidaritas dan gotong royong sesama rakyat melalui kegiatan bank makanan.
Menurut Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW), dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (22/2/2021), data Food Sustainability Index 2020 menempatkan Indonesia di bawah Zimbabwe dan Ethiopia. Kondisi itu, menurut HNW, sangat mengkhawatirkan.
Ia berharap pemerintah mengambil langkah serius untuk menangani persoalan tersebut dengan menghadirkan beragam usaha dan solusi legal yang memungkinkan para fakir miskin terbantu, antara lain dengan suksesnya kegiatan Bank Makanan.
Menurut HNW RUU Bank Makanan bisa menjadi pelengkap dari wacana revisi UU Pangan yang akan mengatur tata kelola pangan yang lebih baik dan berkelanjutan.
"RUU Bank Makanan ini akan fokus kepada bagaimana menjawab persoalan mengenai food loss and food waste (makanan terbuang) yang merupakan salah satu indikator indeks food sustainibility tersebut," katanya.
Baca Juga
Hidayat mengapresiasi kehadiran lembaga-lembaga bank pangan di Indonesia, yang mengelola makanan berlebih agar tidak menjadi makanan terbuang.
Dengan begitu, makanan berlebih itu masih bisa dikonsumsi secara layak oleh rakyat yang membutuhkan, mengurangi faktor pemubaziran makanan, dan membantu warga dengan makanan layak dan masih bergizi.
Ia mengingatkan praktik bank makanan sudah berlaku di banyak negara, seperti di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Di Indonesia, ujarnya, sudah bermunculan lembaga-lembaga sejenis. Tetapi belum ada payung hukum yang spesifik melindungi kegiatan mereka yang sangat bermanfaat itu.
Lembaga-lembaga food bank tersebut juga sangat mendukung usulan agar RUU Bank Makanan yang mereka perlukan itu segera dapat dibahas di Baleg dan disetujui bersama pemerintah, menjadi UU.
"Agar kegiatan bank makanan yang sangat membantu dan selama ini sudah mereka lakukan tidak terhambat akibat ketiadaan payung hukum," ujarnya.
Lebih lanjut, ia berharap agar RUU Bank Makanan dapat memperoleh masukan-masukan lebih luas.
Ia menuturkan bahwa RUU ini bertujuan mendukung berkembangnya bank makanan di Indonesia. Dengan demikian ada perlindungan secara hukum bagi para donatur makanan dan aktivis pengelola bank makanan dan lembaga pengelola kegiatan sosial ini.
RUU ini juga memberi insentif kepada perusahaan makanan, toko retail, restauran yang mendonasikan makanan berlebih yang masih layak konsumsi kepada lembaga-lembaga bank makanan.
"Selama ini, banyak toko ritel atau restoran yang dengan sengaja atau terpaksa membuang makanan berlebih dengan berbagai alasan, padahal makanan-makanan itu masih layak untuk dikonsumsi," ujar HNW.
Hal itu menyebabkan limbah makanan menumpuk di Indonesia.
Selain itu, ujar HNW, perlu adanya aturan semacam good samaritan law. Aturan ini memberi perlindungan hukum kepada donatur terhadap akibat dari makanan yang didonasikannya.
"Selama pemberian dilakukan berdasarkan itikad dan perilaku yang baik,” ujar Hidayat.