Bisnis.com, JAKARTA – Ketika negara lain masih berhati-hati mendatangkan vaksin Covid-19, Indonesia - di luar pemerintah justru sudah buru-buru mengupayakan pengadaan vaksin sendiri.
Negara-negara maju seperti Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan baru akan melakukan vaksinasi pada akhir kuartal I/2021, menggunakan prinsip kehati-hatian, mencari vaksin yang efektivitasnya tinggi.
Di Indonesia, vaksinasi sudah dilakukan sejak Januari menggunakan vaksin dengan efikasi 65,3 persen.
Sementara itu, di Indonesia Baru-baru ini, pengusaha melalui Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) tengah mengupayakan pelaksanaan vaksinasi mandiri. Usulan ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat termasuk para ahli.
Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani mengatakan, bahwa program ini untuk membantu percepatan vaksinasi kepada masyarakat.
Adapun, program Vaksin Gotong Royong baru diperuntukkan bagi perusahaan yang mendaftar, dan bukan untuk masyarakat umum.
Baca Juga
“Jadi akan diberikan kepada perusahaan yang mendaftar. Datanya kita integrasikan dengan data sistem satu data punya pemerintah supaya tidak dobel,” kata Rosan kepada Bisnis, Jumat (5/2/2021).
Adapun, vaksin yang dipilih, kata Rosan, harus berbeda dengan vaksin yang ada sekarang. Jadi, pilihan vaksinnya tidak hanya dari Sinopharm, tapi juga bisa Pfizer, Moderna, Johnson and Johnson, dan Sputnik V.
“Semua vaksin yang jadi kandidat tentu akan diuji lagi di BPOM untuk mengeluarkan izin penggunaannya juga. Prosesnya akan sama semua dengan pengadaan vaksin Sinovac,” ujar Rosan.
Gratis
Dia menegaskan, dalam pengadaan vaksin Covid-19, perusahaan tidak akan mengambil keuntungan sama sekali dan disediakan gratis untuk masyarakat.
Meskipun disebut bakal gratis, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menegaskan, bahwa belum memberikan izin apapun terkait pelaksanaan vaksinasi mandiri.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmidzi menegaskan, bahwa Kemenkes belum membuat aturan apa pun terkait dengan vaksin mandiri atau vaksin Gotong Royong.
“Belum, masih kita matangkan,” ujar Siti Nadia kepada Bisnis, Jumat (5/2/2021).
Dia juga belum bisa memberikan tenggat waktu kapan Permenkes ini akan diterbitkan.
Usulan ini masih menjadi perbincangan, karena seperti dua sisi mata uang, satu sisi ingin melakukan percepatan. Di sisi lain, keadilan dan prioritas penerima vaksin bergeser, yang lebih dulu dapat vaksin berubah dari yang rentan menjadi yang berduit.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengatakan, bahwa seharusnya tak boleh ada peluang untuk vaksinasi mandiri.
“Vaksinasi mandiri bisa menggagalkan upaya penanganan pandemi dengan memfokuskan penduduk prioritas yang perlu divaksinasi, bukan berdasarkan kemampuan sosial ekonomi, dapat melebarkan kesenjangan akses dan pengabaian hak sehat rakyat diamanatkan konstitusi,” ungkapnya.
Pandu mengkhawatirkan, dengan vaksinasi mandiri, orang kaya dapat lebih dulu, karena perusahaan tempat bekerja sudah membeli vaksin.
Dikhawatirkan, tujuan vaksinasi berubah, bukan lagi gotong-royong untuk percepatan dan perluasan cakupan vaksinasi bagi rakyat.
“Gagasan vaksin mandiri, itu hanya dicetuskan dalam kondisi ketidakwarasan atau waras tapi tidak punya etika kesehatan publik,” ujar Pandu.
Menanggapi kecaman ini, Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Hariadi Wibisono menegaskan, baiknya swasta jelas mendapat izin pemerintah terlebih dahulu sebelum mengadakan vaksin mandiri.
“Mungkin harus ada izin dari pemerintah, karena pemerintah sudah akan menyediakan [vaksin] gratis dengan kualitas yang dijamin,” ungkapnya.
Hariadi juga menegaskan, tidak mendukung apabila masyarakat harus membeli vaksin sendiri. Harapannya vaksin tetap didapatkan karyawan perusahaan yang membeli vaksin secara gratis.
“Saya berharap vaksin tetap gratis untuk semua orang,” tegasnya.
Pertimbangan
Di sisi lain, epidemiolog dari FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono, mendukung rencana vaksinasi mandiri.
“Rencana vaksinasi mandiri cukup baik, asal vaksin yang diberikan sama dengan yang digunakan di Indonesia, baik Sinovac, Sinopharm, Pfier, AstraZeneca, semuanya harus sama, jangan sampai membingungkan masyarakat,” kata Yunis kepada Bisnis.
Namun, ada beberapa pertimbangan apabila swasta ingin membeli vaksin mandiri, misalnya bekerja sama dengan pemerintah terkait pembelian vaksin. Hal ini mengingat ekspor vaksin juga diawasi oleh pemerintah.
“Swasta bisa beli ke pemerintah, beli bareng dengan pemerintah, atau membuat badan atau institusi untuk mengawasi pembelian vaksin,” ujarnya.
Menurutnya, apabila vaksinasi mandiri menggandeng swasta, akan meningkatkan kapasitas pemerintah dalam membeli dan mengadakan vaksin, mengingat kemampuan keuangan negara juga terbatas.
“Vaksinasi mandiri akan memperluas cakupan orang yang divaksin, kemudian swasta jadi tidak perlu menunggu vaksin pemerintah walaupun efikasinya maksimal hanya 60-78 persen dan tidak menjamin setelah divaksin kita kebal, tapi paling tidak kan 60 persen kebal,” kata dia.
Harapannya, jika benar ada vaksinasi mandiri, pemerintah memikirkan dengan matang dan membuat regulasi yang komprehensif agar tidak terjadi kisruh pengadaan vaksin, sampai kemungkinan tersebar hoaks dan perang dagang antara swasta dengan pemerintah.
Kendati demikian, Yunis juga tak menutup mata dengan adanya kemungkinan kesalahan-kesalahan yang bisa terjadi apabila vaksinasi mandiri dilaksanakan, termasuk di antaranya kemungkinan beredarnya vaksin palsu.
“Jangan sampai terulang kasus vaksin palsu. Jangan sampai swasta membeli vaksin sembarangan dan akhirnya vaksin palsu beredar,” kata Tri Yunis.
Menanggapi rencana program vaksin mandiri, atau Vaksin Gotong Royong, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmoto, menegaskan masyarakat agar terlebih dahulu fokus dan mengikuti vaksinasi yang sudah dapat izin dari pemerintah.
Pasalnya, target untuk mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity adalah 70 persen penduduk divaksinasi. Bedanya, dari prioritas yang sudah disusun pemerintah, hanya waktu pemberiannya saja.
Wiku menegaskan, bahwa pemerintah masih memprioritaskan pemberian vaksin kepada yang berisiko secara bertahap sesuai etika medis.
“Pemerintah mengapresiasi masukan termasuk Vaksinasi Gotong Royong yang dapat mengakselerasi program vaksinasi,” kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (9/2/2021).
Namun, dia menegaskan masyarakat agar bergotong royong untuk menyukseskan vaksinasi dengan melakukan vaksinasi di bawah izin resmi pemerintah.