Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden tengah menghadapi dilema serius. Dia rupanya masih ragu untuk menarik pasukannya dari Afghanistan.
Di sisi lain, deadline penarikan pasukan AS di Afghanistan semakin dekat, sementara Taliban tidak terus menggempur.
Dilansir dari Channel News Asia, Biden telah memerintahkan kajian terhadap perjanjian Washington untuk memangkas jumlah pasukan pada 1 Mei dengan Taliban pada tahun lalu.
Namun, pembicaraan di Gedung Putih berlangsung lamban. Di saat yang sama, serangan bom terus terjadi di wilayah konflik.
"Tingkat serangan tetap sangat sangat tinggi, yang mana sangat mengherankan dan mengecewakan,” kata pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS kepada AFP.
Hal ini, katanya, akan merusak atmosfer penyelesaian konflik. Kendati demikian, Taliban tetap mengelak soal keterlibatannya dalam serangan.
Baca Juga
"Dalam pandangan kami, Taliban bertanggung jawab atas sebagian besar pembunuhan yang ditargetkan,”
Menurutnya, hal ini untuk meningkatkan keraguan terhadap pemerintah dan aura kemenangan Taliban.
Pada Kamis, Al Jazeera melaporkan bahwa lima pasukan keamanan Afghanistan tewas setelah serangan terhadap konvoi PBB di Kabul.
Pejabat Kementerian Dalam Negeri Afghanistan meyakini bahwa Taliban merupakan dalangnya, meski mereka tidak mengakuinya.
Konvoi PBB diserang di wilayah Tang-e Habreshim hingga menewaskan supir mobil sehingga mobil terperosok ke sungai dan menewaskan empat orang lainnya.
Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Afghanistan (UNAMA) mengatakan dalam sebuah pernyataan di Twitter bahwa "keluarga PBB di Afghanistan berduka atas kehilangan lima personel Direktorat Layanan Perlindungan Afghanistan dalam sebuah insiden hari ini".
"Tidak ada personel PBB yang terluka atau kendaraan yang terkena dampak dalam serangan yang menghantam kendaraan DPS yang mengawal konvoi PBB," kata UNAMA dalam pernyataan itu.