Bisnis.com, JAKARTA - Sekolah dan perguruan tinggi negeri harus menjadi ruang interaksi yang terbuka, beragam, dan toleran sehingga menjadi wahana pendidikan multikulturalisme dan toleransi.
Demikian pernyataan PBNU terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri mengenai seragam sekolah.
PBNU mendukung munculnya SKB Tiga Menteri tersebut terkait penggunaan seragam di sekolah negeri.
"SKB tersebut menempatkan sekolah pada posisi yang tepat dan benar secara hukum dan hak asasi manusia, khususnya penghormatan terhadap hak-hak publik di sekolah publik,” ujar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Pendidikan KH Hanief Saha Ghafur dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (8/2/2021).
Ketua Program Doktor Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini menegaskan bahwa sekolah publik tidak dibenarkan mewajibkan siswa menggunakan seragam beridentitas tunggal berdasarkan agama tertentu.
Khusus bagi siswi Muslimah, sekolah juga tidak bisa melarang mereka yang ingin mengenakan hijab, sepanjang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca Juga
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengatur secara terperinci mengenai aturan seragam bagi siswa muslimah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri menerbitkan SKB Nomor 02/KB/2O2l, Nomor 025-199 Tahun 2021 dan Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Sekolah Negeri di Indonesia.
Penerbitan SKB itu diharapkan menjadi landasan bagi sekolah untuk tidak memaksakan penggunaan atribut keagamaan tertentu kepada murid dan guru di sekolah negeri.
Dukungan atas penerbitan SKB juga datang dari Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama PBNU KH Z Arifin Junaidi.
Arifin menilai SKB tiga menteri memberikan jaminan kepada para siswa, guru, dan pihak sekolah agar menjaga nilai-nilai keberagamaan, serta keagamaan dalam dunia pendidikan.
"SKB itu sudah menjamin keberagaman sekaligus keberagamaan. Itu sudah terjamin. Sekolah tidak boleh mewajibkan siswanya untuk memakai seragam dengan identitas agama tertentu. Tidak boleh," kata Arifin.
Arifin menjelaskan, melalui SKB tersebut kasus pemaksaan siswa mengenakan atribut keagamaan tertentu semestinya tidak terulang.
Ia mencontohkan kasus terakhir yang menjadi polemik adalah saat siswa non-Muslim di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang diminta mengenakan hijab. Demikian dengan daerah lain di mana umat Muslim menjadi minoritas.
SKB 3 menteri mengatur tentang keragaman dan keberagamaan. Tidak hanya bagi siswa Muslim, tetapi juga siswa non-Muslim. Sekolah harus menghargai perbedaan dan kebebasan beragama.
“Saya malah berharap, SKB Tiga Menteri tentang seragam sekolah ini tidak hanya berlaku untuk sekolah negeri saja, tapi juga sekolah swasta," tegas Arifin.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah KH Abdul Mu'ti juga dengan tegas menyatakan SKB Tiga Menteri mengenai seragam sekolah bukanlah masalah besar.
Menurut Mu’ti di negara-negara maju, seragam tidak menjadi persoalan karena tidak terkait mutu pendidikan.
"Kalau saya cermati subtansi dan tujuannya, SKB itu tidak ada masalah. Substansinya terkait dengan jaminan kebebasan menjalankan ajaran agama sebagaimana diatur dalam pasal 29 UUD 1945,” jelas Mu’ti.