Bisnis.com, SEOUL - Kesepakatan awal soal denuklirisasi antara Korea Utara dan Amerika Serikat dinilai sebagai hal mendesak.
Kesepakatan denuklirisasi awal itu mencakup penghentian aktivitas nuklir Korut sebagai imbalan atas beberapa keringanan sanksi.
Permintaan adanya kesepakatan awal denuklirisasi itu disampaikan Perdana Menteri Korea Selatan Chung Sye-kyun.
Dalam wawancara pertamanya dengan media asing sejak menjabat tahun lalu, Chung mengatakan kepada Reuters bahwa pemikiran "kreatif" dan insentif bersama diperlukan untuk membuat negosiasi kembali berjalan dan mencegah gangguan lain.
"Kita bisa mulai dengan membekukan semua aktivitas nuklir dan pengurangan beberapa program mereka," kata Chung, Kamis (28/1/2021).
Pemimpin Korut Kim Jong Un dan mantan presiden AS Donald Trump berjanji membangun hubungan baru dan bekerja sama menuju denuklirisasi semenanjung Korea pada pertemuan puncak pertama mereka tahun 2018. Namun, pertemuan puncak kedua dan pembicaraan tingkat kerja berikutnya gagal.
Baca Juga
Korut telah menawarkan untuk membongkar kompleks nuklir utamanya dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi utama PBB, tetapi AS mengatakan Korut juga harus menyerahkan senjata nuklir dan bahan bakar bomnya.
"Akan lebih baik jika kita bisa menyingkirkan semuanya, sekali dan untuk selamanya, tetapi itu tidak mudah dan kita membutuhkan alternatif," ujar Chung.
Pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden belum mengumumkan kebijakan baru untuk Korut. Biden mengatakan dalam debat presiden pada Oktober bahwa dia akan bertemu Kim hanya jika Kim setuju untuk "mengurangi" kapasitas nuklir Korut.
Chung mengatakan keringanan sanksi terbatas dapat membantu menghidupkan kembali dan mempertahankan momentum pembicaraan apa pun karena itu adalah insentif paling menarik bagi Korut.
"Korea Selatan dan Amerika Serikat tahu apa yang diinginkan Korea Utara," kata dia.
Pernyataan Chung muncul beberapa hari setelah Presiden Korsel Moon Jae-in meminta Biden melanjutkan kemajuan yang dibuat oleh Kim dan Trump.
Namun, ini adalah kali pertama seorang pejabat Korsel menawarkan penjelasan tentang kemungkinan kesepakatan sementara yang harus dikejar oleh kedua belah pihak.
Chung mengatakan pemerintahan Biden mungkin menerapkan kebijakan baru, tetapi telah menunjukkan minat pada masalah Korut dan pada akhirnya akan mengupayakan pembicaraan.
Korsel berencana mengadakan diskusi mendalam dengan pejabat baru AS segera tentang bagaimana menghidupkan kembali negosiasi dan apakah sekutunya itu harus menunda atau mengurangi latihan militer gabungan tahunan yang telah lama dikecam Korut sebagai persiapan perang.
"Semua orang tahu bahwa masalah tidak dapat diselesaikan tanpa dialog. Tugas kami adalah menghasilkan ide-ide kreatif sehingga pembicaraan dapat diadakan secepat mungkin," kata Chung.