Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak membahas perhitungan kerugian negara (PKN) terkait perkara korupsi PT BPJS Ketenagakerjaan, PT Asabri maupun PT Pelindo II ketika bertemu Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Hal tersebut disampaikan oleh Pimpinan Auditama Keuangan Negara (AKN) I BPK, Hendra Susanto usai bertemu Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, di Kejaksaan Agung pada hari ini Jumat (29/1/2021).
"Terkait dengan kasus, kita tidak membicarakan ke arah kasus-kasus. Misalnya kerugian uang negara di kasus-kasus korupsi," tuturnya.
Hendra menjelaskan pertemuan antara BPK dan Jaksa Agung tersebut adalah untuk melakukan pemeriksaan terkait pengelolaan keuangan di Korps Adhyaksa sepanjang tahun 2020 kemarin.
"Mulai dari belanja barang biasa dan modalnya. Kemudian juga ada hal-hal terkait tata kelola aset. Jadi uang yang diserahkan dan dipercayakan oleh pemerintah kepada Kejaksaan Agung, endingnya kami periksa," katanya.
Menurut Hendra, kegiatan pemeriksaan tersebut sudah rutin dilakukan oleh BPK kepada seluruh lembaga/kementerian untuk memastikan bahwa tata kelola keuangan lembaga/kementerian itu berjalan dengan baik.
"Sudah rutin kalau pemeriksaan seperti ini," ujar Hendra.
Selama 4 tahun berturut-turut, menurut Hendra, Kejaksaan Agung selalu menyabet predikat WTP atau Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK di dalam laporan keuangannya. Dia optimistis, tahun ini, Kejaksaan Agung juga bisa meraih kembali WTP.
"Mendapatkan opini yang levelnya paling atas dan saya berharap juga tahun 2020. Karena sekarang tahun 2020, karena sekarang 2021. Saya berharap juga opininya masih sama, masih seperti yang dulu (WTP)," tutur Hendra.
Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Agung bakal menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi PT Asabri.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono mengemukakan tim penyidik Kejagung sudah memiliki alat bukti yang cukup untuk menjerat para tersangka.
Kendati demikian, kata Ali, ketujuh orang tersebut sampai saat ini masih belum ditetapkan tersangka secara resmi. Alasannya, tim penyidik Kejagung masih menunggu nilai perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).