Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

WHO Sindir Produsen Vaksin Covid-19 yang Prioritaskan Negara Kaya

Hal ini disampaikan oleh Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers rutin WHO pada Senin (18/1/2021).
Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers COVID-19 di Jenewa, Swiss, Senin (2/3/2020)./Bloomberg-Stefan Wermuth
Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers COVID-19 di Jenewa, Swiss, Senin (2/3/2020)./Bloomberg-Stefan Wermuth

Bisnis.com, JAKARTA - WHO menyindir sejumlah negara dan produsen vaksin Covid-19 yang lebih memprioritaskan suplai vaksin ke negara kaya seiring dengan keresahan melanda negara berpendapatan rendah soal jatah vaksin dari COVAX.

Hal ini disampaikan oleh Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers rutin WHO pada Senin (18/1/2021).

Dia mengatakan vaksin multilateral dari COVAX (kerja sama WHO dan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations atau CEPI) sudah tersedia.

Namun, dia mendapati beberapa negara anggotanya mempertanyakan jatah vaksin dari COVAX dan komitmen negara kaya untuk menepati janjinya untuk memproduksi vaksin bagi negaranya.

Dia mengungkapkan perjanjian terkait vaksin yang merata untuk seluruh bangsa tengah dalam risiko serius.

“Lebih dari 39 juta dosis vaksin telah dikelola oleh 49 negara kaya. Hanya 25 dosis vaksin yang telah diberikan kepada negara berpendapatan paling renda. Bukan 25 juta, tetapi hanya 25,” katanya.

Tedros menyebut hal ini sebagai kegagalan moral yang harus dibayar dengan nyawa bagi negara miskin.

Dia juga menyindir negara-negara yang tampak menyambut prinsip akses vaksin yang berkeadilan, tetapi sebenarnya mereka tetap memprioritaskan perjanjian bilateral yang telah disepakati. Mereka menaikkan harga dan berusaha berada di antrean terdepan.

Hal yang sama dilakukan oleh para produsen yang lebih memilih menyuplai untuk negara kaya yang profitnya lebih banyak ketimbang untuk WHO. “Ini salah,” tegasnya.

Menurutnya, hal ini dapat menghambat distribusi vaksin COVAX. Padahal, COVAX dibentuk untuk menghindari penimbunan, kekacauan pasar, respons yang tidak terkoordinasi, dan gangguan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.

WHO mencatat, terdapat 44 perjanjian bilateral terkait dengan pengadaan vaksin Covid-19 dan 12 perjanjian ditandatangani pada tahun ini. Saat ini, WHO telah mengamankan 2 miliar dosis vaksin dari lima produsen dan tambahan opsi sebanyak 1 juta dosis. Diperkirakan, pengiriman vaksin dari WHO akan dilakukan mulai Februari.

Sebuah studi yang dilakukan Bill & Melinda Gates Foundation mengungkapkan benefit ekonomi dari prinsip vaksin berkeadilan global bagi 10 negara mencapai US$153 miliar pada 2020-2021, naik menjadi US$466 miliar pada 2025. Angka tersebut lebih dari 12 kali lipat dari total biaya Akselerator ACT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper