Bisnis.com, JAKARTA - Baru-baru ini beredar pesan berantai di media sosial dan Whatsapp Grup mengenai carai menyuntik vaksin ke Presiden Joko Widodo yang dianggap gagal dan harus diulang. Pasalnya, di dalam pesan tersebut dijelaskan secara gamblang mengenai cara menyuntik yang dianggap tidak menembus otot.
Ketua satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban lalu angkat bicara dan menegaskan pesan berantai yang beredar tersebut tidak benar.
Lewat akun twitternya, Zubairi menulis mengenai cara penyuntikkan vaksin yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib ke Presiden Jokowi pada tanggal 13 Januari lalu sudah benar.
Zubairi menulis penjelasan ini berdasarkan penelitian berjudul Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat yang ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000.
Berikut penjelasan lengkap Zubairi yang ditulis di akun twitternya pada Senin (18/1/2021) malam.
Selain Kristen Gray, yang meresahkan lagi adalah beredarnya pesan berantai di media sosial dan WAG tentang vaksinasi @jokowi yang dianggap gagal dan harus diulang. Pertanyaan ini diajukan terus oleh jurnalis kepada saya, entah kenapa. Biar clear, berikut jawaban saya:
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Duduk persoalan isu ini dimulai dari pesan seorang dokter di Cirebon yang menyatakan injeksi vaksin Sinovac seharusnya intramuskular (menembus otot) sehingga penyuntikannya harus dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat).
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Menurut dokter itu, vaksin yang diterima @jokowi tidak menembus otot, karena tidak 90 derajat. Sehingga, dianggapnya, vaksin tersebut tidak masuk ke dalam darah, dan hanya sampai di kulit (intrakutan) atau di bawah kulit (subkutan). Apakah benar?
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Jawabannya tidak benar. Sebab, menyuntik itu tidak harus selalu tegak lurus dengan cara intramuskular. Itu pemahaman lama alias usang dan jelas sekali kepustakaannya. Bisa Anda lihat di penelitian berjudul "Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat”.
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Penelitian itu ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000. Intinya, persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular itu tidak realistis.
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Pasalnya, trigonometri menunjukkan, suntikan yang diberikan pada 72 derajat, hasilnya itu mencapai 95 persen dari kedalaman suntikan yang diberikan pada derajat 90. Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib sudah benar. Tidak diragukan.
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Pertanyaan selanjutnya, apakah ada risiko terjadi Antibody Dependent Enhancement (ADE), kondisi di mana virus mati yang ada di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain dan menyebabkan masalah kesehatan?
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Jawabannya: kan tidak terbukti di uji klinis satu, dua dan tiga bahwa ADE itu terjadi pada vaksin Sinovac. Dulu pernah diduga terjadi pada vaksin demam berdarah. Saya enggak tahu bagaimana perkembangannya lagi. Silakan dicek.
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Lebih jauh lagi. Apakah tubuh kurus dan tidak punya pengaruh dengan ukuran jarum suntik? Ya kalau obesitas berlebihan tentu jaringan lemaknya banyak. Jadi untuk masuk ke otot jadi lebih sulit. Dokter yang nantinya bisa menilai ukuran jarum suntik itu ketika akan divaksin.
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021
Terima kasih. Semoga bermanfaat. Promosikan hal yang baik. Jangan ajak-ajak untuk yang tidak bermanfaat, apalagi sedang pandemi. Betul @kristentootie?
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) January 18, 2021