Bisnis.com, JAKARTA — Ekonomi China diperkirakan akan mengambil alih posisi Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada 2028 mendatang, prediksi tersebut lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Ini disebabkan karena China dinilai berhasil menghadapi pandemi virus korona dengan lebih baik dibandingkan Barat.
Demikian hasil riset dari Centre for Economics and Business Research (CEBR), seperti dikutip dari bloomberg, Sabtu (26/12/2020). Dalam Tabel Liga Ekonomi Dunia, konsultan juga menghitung bahwa China dapat menjadi ekonomi berpenghasilan tinggi segera pada tahun 2023.
Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa "sangat mungkin" bagi ekonominya untuk berlipat ganda pada tahun 2035 di bawah Rencana Lima Tahun baru pemerintahnya, yang bertujuan untuk mencapai "sosialisme modern" dalam 15 tahun.
Seperti diketahui bahwa China merupakan negara pertama yang perekonomiannya mendapatkan pukulan telak akibat pandemi, tetapi mampu pulih dengan cepat. Fakta tersebut seharusnya mendorong ekonomi Barat untuk lebih memperhatikan apa yang terjadi di Asia.
“Biasanya, kami membandingkan diri kami dengan ekonomi Barat lainnya dan sering melewatkan praktik terbaik, terutama di ekonomi yang berkembang pesat di Asia,” katanya.
Lebih lanjut, memperkuat kekuatan pertumbuhan Asia, India akan naik peringkat menjadi ekonomi terbesar ke-3 di akhir dekade pada 2030 melesat dari posisinya saat ini yang berada di peringkat ke 6, sekaligus menyalip posisi Jepang yang diperkirakan akan turun ke peringkat 4.
Baca Juga
Peringkat dari 193 negara | 2020 | 2030 | 2035 |
Amerika Serikat | 1 | 2 | 2 |
China | 2 | 1 | 1 |
Jepang | 3 | 4 | 4 |
Jerman | 4 | 5 | 5 |
U.K | 5 | 6 | 6 |
India | 6 | 3 | 3 |
Prancis | 7 | 7 | 7 |
Dalam perkembangan berbeda, Pemerintah AS kembali memasukkan sejumlah perusahaan asal China ke dalam daftar hitam. Sebanyak lebih dari 60 perusahaan masuk ke dalamnya karena dinilai membahayakan keamanan nasional Negeri Paman Sam.
Bloomberg melaporkan Jumat (18/12/2020), Departemen Perdagangan AS mengumumkan lebih dari 60 perusahaan China ke daftar hitam demi melindungi keamanan nasional AS. Termasuk di antaranya adalah Semiconductor Manufacturing International Corp. (SMIC), yang merupakan salah satu produsen cip besar.
"Langkah ini merujuk ke doktrin militer-sipil China dan bukti adanya aktivitas antara SMIC dengan sejumlah entitas yang menjadi perhatian di kompleks industri militer China," papar Departemen Perdagangan AS dalam pernyataan resmi.
SMIC, yang berbasis di Shanghai, memasok cip untuk Qualcomm Inc. dan Broadcom Inc. Perusahaan ini menjadi salah satu andalan Beijing untuk menguasai jejaring industri semikonduktor dunia dan mengambil alih ketergantungan terhadap teknologi AS.
Sementara di pasar keuangan, China dan Jepang, dua pemegang Treasury non-AS terbesar, mengurangi kepemilikan mereka pada Oktober. Data dari departemen Keuangan AS menunjukkan hal itu melanjutkan tren dalam beberapa bulan terakhir.
Kepemilikan Departemen Keuangan China turun menjadi US$ 1,054 triliun, terendah sejak Januari 2017, memotong surat utang pemerintah AS selama lima bulan berturut-turut.
Sedangkan Jepang, pemegang Treasury terbesar di dunia dengan US$1,269 triliun, juga mengurangi kepemilikannya untuk bulan ketiga berturut-turut.
Penurunan Treasury Jepang dan China diimbangi oleh lonjakan kepemilikan dari Belgia dan Inggris, dua negara yang digunakan sebagai pusat keuangan untuk beberapa pemegang utang negara terbesar.