Bisnis.com, JAKARTA - Restoran Dragon Boat di Wuhan, episentrum pandemi Covid-19, tampak penuh dengan antrean pengunjung, Minggu malam pekan lalu. Sang pemilik restoran, Wu Cheng, menyambut baik perkembangan ini. Namun menurutnya, kerumunan di restoran miliknya itu hanya 70 hingga 80 persen dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Setelah menjadi pusat pandemi di China, kondisi Wuhan saat ini berbeda 180 derajat dengan kota di banyak belahan dunia di mana restoran dan hotel masih ditutup.
Kota berpenduduk 11 juta itu menyumbangkan sebagian besar kasus dan kematian akibat Covid-19 di China tetapi belum melaporkan kasus yang ditularkan secara lokal sejak Mei.
"Pandemi telah mengubah pandangan orang terhadap konsumsi. Beberapa orang mungkin masih keberatan datang ke tempat-tempat seperti restoran yang ramai," kata Wu dilansir Channel News Asia, Kamis (24/12/2020).
Untuk menghilangkan kekhawatiran ini, restoran itu telah mengurangi jumlah meja, dari 19 menjadi 15 sehingga menciptakan lebih banyak ruang di antara pengunjung. Namun hal ini berdampak pada perputaran uang.
Wu berpikir restoran tersebut juga kehilangan pelanggan karena ada lebih sedikit orang dari bagian lain China yang bekerja di Wuhan. Kota itu di-lockdown selama 76 hari dari Januari hingga April, karena pihak berwenang berusaha menahan meningkatnya jumlah kasus virus corona.
Baca Juga
Wu memperkirakan akan merugi sekitar US$45.000 tahun ini dan telah menunda rencana untuk membuka outlet kedua. Keputusan menyakitkan juga dibuat untuk memangkas biaya.
"Banyak dari staf kami sebelumnya menelepon (setelah penguncian) mengatakan bahwa mereka bersedia kembali bekerja, tetapi kami menolak mereka dengan lembut," kata Wu.
Otoritas China juga sedang berusaha untuk menarik wisatawan kembali ke Wuhan. Kampanye yang ditujukan untuk pelancong domestik telah diluncurkan, termasuk tiket masuk gratis ke tempat-tempat wisata dan video promosi baru yang menampilkan pemandangan dan hidangan terbaik kota.
"Tahun ini tidak mudah karena pandemi, dan sekarang situasinya lebih stabil, dan kami pikir kami akan melihat-lihat pemandangan di sini," Xie Xiaowei seorang turis yang sedang berkunjung dari Guangzhou.
Otoritas China juga melibatkan kelompok-kelompok seperti FCN, platform sosial yang berbasis di Beijing, untuk mempromosikan kota tersebut. Pada Oktober, FCN menyelenggarakan tur ke Wuhan untuk orang asing yang tinggal di China.
"Ketika pandemi meletus di Wuhan, ada banyak pandangan di seluruh dunia, dan orang tidak memiliki pemahaman yang sangat akurat tentang Wuhan," kata Celine Liu, yang merupakan wakil manajer umum FCN.
Namun, beberapa bisnis yang bergantung pada turis mengatakan bantuan pemerintah mungkin perlu dilanjutkan untuk sementara waktu.
Wu Xin yang memiliki kedai hidangan lokal di Hubbu Alley mengatakan insentif pemerintah membantu mengamankan usaha. Tanpa bantuan itu, jumlah turis mungkin hanya sekitar 10 persen dari sebelumnya.
"Ada kelompok tur manula yang datang, dan mereka akan mengatakan bahwa itu hanya karena subsidi pemerintah. Jika tidak, mereka tidak akan berani berkunjung karena sangat berbahaya pada saat itu," kata Wu.
Lebih dari 18 juta orang mengunjungi Wuhan selama liburan Hari Nasional pada Oktober. Namun, Jiang Shao yang memiliki sebuah hotel kecil di Hubu Alley, mengamati bahwa jumlah tersebut telah berkurang sejak awal musim dingin.
"Masih banyak hotel, tetapi turis tidak banyak," kata Jiang.
Dia mengaitkan ini dengan cuaca dingin, serta laporan terbaru tentang kasus lokal baru Covid-19 di beberapa bagian China. Dalam upaya putus asa untuk tetap bertahan, dia telah menurunkan tarif kamar yang bisa didapat hanya dengan US$ 8 semalam.
"Orang lain di industri ini bertanya kepada saya apakah saya masih akan menghasilkan uang dengan tarif ini. Tentu saja, saya tidak akan melakukannya, tetapi itu lebih baik daripada kamar kosong," katanya.