Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Era Firli Makin Lemah, Padahal Faktanya Begini

Isu pelemahan KPK terus mengemuka, namun jika melihat rapor operasi tangkap tangan (OTT) belakangan ini, kinerja penangkapan terhadap koruptor sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Bahkan jika dibandingkan periode 2015 dan 2014 jumlah OTT saat ini jauh lebih banyak.
Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) terkait penahanan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara./Antara-Humas KPK
Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) terkait penahanan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara./Antara-Humas KPK

Bisnis.com, JAKARTA -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar melakukan operasi tangkap tangan (OTT) selama satu bulan terakhir. Jika dilihat dari kualitas penangkapannya, bisa dikatakan penangkapan KPK kali ini cukup mencengangkan. Isinya daging semua, kalau kata pesohor Helmy Yahya dalam setiap judul chanel Youtube-nya.

Ada dua nama yang patut dicermati mulai dalam OTT tersebut, mulai dari OTTMenteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari P Batubara. Keduanya tentu bukan orang biasa, mereka pembantu dan tangan kanan presiden sekaligus elit partai di Gerindra maupun PDI Perjuangan. Dua partai yang boleh dibilang sebagai pemenang pemilu.

Operasi tangkap tangan alias OTT sendiri sering menjadi tolok ukur keberhasilan  lembaga antirasuah. Namun meski gencar melakukan OTT, ternyata total tangkapan KPK paling rendah selama tiga tahun belakangan.

Dalam catatan Bisnis, aksi OTT di era Firli Bahuri dimulai pada Januari 2020. Saat itu, KPK menangkap Bupati Sidoardjo Saiful Ilah. Operasi terus berlanjut, sehari setelahnya tepatnya  8 Januari 2020, KPK menangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan juga dicokok KPK. Tangkapan kelas kakap, karena ada dugaan Wahyu menjadi mafia pemilihan umum waktu itu. 

KPK kembali melakukan OTT terhadap pejabat UNJ Dwi Acmad Noor. Hanya saja OTT tersebut ternyata bermasalah dan berujung pada pelimpahan kasus ke Polda Metro Jaya.

Selanjutnya pada Juli 2020 KPK melakukan tangkap tangan terhadap Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur Encek Ur Firgasih.

Selang 4 bulan kemudian Pada akhir November 2020 KPK mencokok Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Dia ditangkap bersama dengan 16 orang lainnya. Daftar pejabat yang ditangkap KPK semakin bertambah dengan ditangkapnya Wali Kota Cimahi, Ajay Priatna terkait proyek pembangunan rumah sakit.

KPK kembali membuat kejutan dengan menangkap Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo pada Desember 2020. Salah satu tangkapan paling fenomenal adalah OTT terhadap pejabat Kemensos Matheus Joko Santoso. OTT ini terkait berujung penetapan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka suap terkait patgulipat proyek bantuan sosial.

Kendati rutin melakukan OTT belakangan ini, rupanya sampai dengan 9 Desember 2020 KPK  melakukan  8 OTT. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Sebagai contoh, pada 2019 KPK melakukan 21 OTT, kemudian pada 2018 ada 30 OTT, dan 2017 KPK melakukan 17 OTT. Namun demikian, jumlah OTT tahun ini lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2014 dan 2015 yang masing-masing sebanyak 5 OTT.

Jumlah itu juga lebih banyak dibandingkan periode 2005 - 2011 ke bawah yang upaya penangkapannya (OTT) paling sedikit 1 kali hingga paling banyak 6 kali.

Adapun isu seputar menyusutnya angka OTT ini sering dikaitkan dengan revisi UU KPK. Pasalnya dalam UU KPK yang baru terdapat sejumlah proses pro justisia yang harus melalui izin dewan pengawas seperti halnya penyadapan, penggeledahan, hingga penyitaan harus melalui izin Dewan Pengawas.

Hal ini diakui Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Novel Baswedan. Dia menyampaikan keluh kesahnya setelah UU KPK disahkan. Kata dia, regulasi itu membuat komisi tersebut semakin lemah. 

Saat berbincang dengan Karni Ilyas di akun Youtube Karni Ilyas Club, Novel menceritakan beberapa pelemahan yang terjadi di tubuh lembaga itu usai regulasi baru ditelurkan pada akhir 2019. 

“Terkait pelemahan ini menarik. Karena kita lihat kondisi UU yang sekarang membuat KPK lebih sulit bekerja atau kewenangannya justru di bawah penegak hukum lain,” katanya dikutip Senin (30/11/2020).

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper