Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah melakukan sinkronisasi data terkait kasus Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah.
Juru Bicara Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa hal itu tidak mudah untuk dilakukan sehingga terjadi perbedaan data antara pemerintah pusat dan daerah terjadi.
“Hal ini terkait dengan pengumpulan dan validasi data yang jumlahnya besar serta membutuhkan waktu dalam prosesnya,” katanya dalam konferensi pers, dikutip dari YouTube BNPB, Selasa (1/12/2020).
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan bahwa sinkronisasi data merupakan upaya penyempurnaan dari pemerintah agar data yang dikumpulkan dapat konsisten dari waktu ke waktu, dan menjdi alat navigasi yang baik untuk melihat perkembangan serta mengambil langkah kebijakan yang tepat dan terukur.
“Prinsipnya pemerintah selalu berusaha mencapai interoperabilitas data dengan seluruh daerah melalui peningkatan yang berkelanjutan,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo protes karena provinsinya dituduh sebagai biang kerok kenaikan kasus positif nasional pada 29 November 2020.
Akibat kekeliruan, Provinsi Jawa Tengah melaporkan penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 sebanyak 2.036 kasus dalam hitungan hari. Hal itu juga menyebabkan kasus harian Covid-19 nasional menembus rekor tertinggi yaitu 6.267 kasus.
“Itu mengagetkan kita semuanya, bahwa dikatakan dalam rilis itu Jateng tertinggi di Indonesia pada tanggal 29 November dengan jumlah kasus 2.036. Ini berbeda jauh dari data kami, yang hanya 844 penambahannya,” kata Yulianto Senin (30/11/2020).
Setelah ditelusuri, ternyata data yang dirilis oleh Satgas Covid-19 pusat sebanyak 2.036 tersebut dilaporkan dobel atau data ganda. Bahkan ditemukan sebanyak 519 data yang dobel dalam rilis oleh pemerintah pusat itu.