Bisnis.com, JAKARTA - Ketua majelis hakim Ignasius Eko Purwanto menilai pemeriksaan tim Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) dalam dugaan pelanggaran etik Pinangki Sirna Malasari aneh.
Eko menyampaikan hal tersebut setelah mendengarkan keterangan saksi jaksa Luphia Claudia Huwae yang merupakan anggota tim pemeriksa dari Jamwas terhadap Pinangki Sirna Malasari. Luphia dihadirkan sebagai saksi dalam kasus suap pengurusan fatwa MA dengan terdakwa Pinangki.
"Makanya terus langsung percaya silakan lah ya, karena bagi majelis itu aneh karena kami kalau meriksa itu detail," kata hakim Eko, dalan sidang lanjutan kasus Pinangki, Senin (30/11/2020).
Luphia sendiri merupakan jaksa muda bidang pengawasan yang ditugaskan untuk memeriksa Pinangki saat fotonya bersama Djoko Tjandra mencuat ke publik. Dia juga ditugasi memeriksa Pinangki ihwal perjalanan Dinas tanpa izin.
Dalam kesaksiannya di sidang kali ini, Luphia menceritakan proses pemeriksaan tersebut. Dia mengaku menanyai Pinangki ihwal kepergiannya ke luar negeri.
Saat diperiksa Luphia, Pinangki mengaku bertemu dengan seseorang bernama Jochan, bukan Djoko Tjandra, di Kuala Lumpur untuk membicarakan soal power plant. Pinangki dikenalkan dengan Jochan oleh seseorang bernama Rahmat.
Baca Juga
"Akan tetapi, Pinangki tidak menyampaikan bentuk power plant, tetapi semacam pembangkit listrik itu saja," ungkap Luphia.
Hakim lantas mencecar Luphia ihwal power plant tersebut. Namun, Luphia pun mengaku tidak mendalami soal power plant dalam pemeriksaan Pinangki saat itu.
"Makanya pertanyannya kan aneh saudara adalah jaksa di bidang pengawasan mendapat jawaban bahwa ini adalah power plant yang ditawarkan makanya aneh ketika tidak diperdalam power plant-nya. Itu power plant apa siapa yang punya kegiatan di bidang itu," ucap hakim.
Seperti diketahui, Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima suap US$500 ribu dari US$1 juta yang dijanjikan oleh terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Telah menerima pemberian uang atau janji berupa uang sebesar USD 500 ribu dari sebesar USD 1 juta yang dijanjikan oleh Joko Soegiarto Tjandra sebagai pemberian fee dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaannya dalam persidangan, Rabu (23/9/2020).
Duit suap itu diberikan agar pinangki mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Alhasil Djoko Tjandra tidak perlu menjalani hukuman saat tiba ke Indonesia.