Bisnis.com, JAKARTA - Upaya tim kampanye kandidat presiden petahana Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk meraih usara di negara bagian Pennsylvania tampaknya belum habis.
Tim Kampanye Trump, pada Rabu (18/11/2020) waktu setempat, membuat permohonan hukum kepada hakim untuk mengumumkan Trump sebagai pemenang pemilu di Pennsylvania.
Dalam dokumen pengadilan, tim kampanye Trump memohon kepada Hakim Distrik Matthew Brann untuk menimbang agar mengeluarkan perintah bahwa hasil pemilu presiden 2020 cacat serta membentuk Majelis Umum Pennsylvania untuk memilih elector di Pennsylvania.
Permohonan itu menjadi bagian dari tuntutan hukum yang diajukan oleh tim kampanye Trump untuk mengubah gugatan 9 November 2020 mengenai hasil pemilu di negara bagian tersebut.
Berdasarkan hasil hitung suara, kandidat lawan, Joe Biden, memenangkan pemilu AS dengan meraih 306 electoral colleges--melebihi ambang 270 electoral colleges yang dibutuhkan untuk menang. Sementara Trump mendapat 232 electoral colleges.
Jika ingin menang, Trump harus membalikkan keadaan di Pennsylvania, yang menyumbang 20 electoral colleges, dan dua negara bagian lain.
Baca Juga
Tim hukum Trump, yang dipimpin oleh pengacara pribadinya, Rudy Giuliani, juga memohon izin dari Hakim Brann untuk kembali memasukkan klaim yang sebelumnya dicabut dari tuntutan mereka.
Tim menyebut bahwa pengawas dari Partai Republik mendapat penolakan akses terhadap penghitungan surat suara via pos--sebuah tuduhan yang diperdebatkan oleh petugas pemilu.
Tuntutan hukum Trump juga menyasar pada tuduhan perlakuan yang tidak konsisten oleh petugas pemilu lokal atas surat suara via pos, yang menyebut sejumlah area memberitahu para pemilih bahwa mereka akan membereskan kekeliruan minor, seperti hilangnya "surat suara rahasia", sementara area lainnya tidak melakukan hal yang sama.
Justin Levitt, seorang profesor dari Loyola Law School yang mengamati jalannya gugatan hukum Trump, menyebut bahwa kasus tersebut sangat cacat dan tidak akan memberikan 'jalan yang berguna untuk membalikkan hasil' bagi Trump.
Levitt menyebut bahwa dokumen pengadilan yang direvisi itu "tidak menawarkan indikasi apapun bahwa sejumlah surat suara yang cukup untuk memunculkan hasil pemilu yang berbeda itu tidak sah."
"Pengadilan tidak akan membatalkan surat suara (atau sebaliknya, menghentikan kemajuan dalam penghitungan suara) tanpa ada bukti nyata bahwa surat suara yang dipermasalahkan itu memang tidak sah," jelasya.