Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masuk dalam kekarantinaan kesehatan.
Oleh karena itu, pelanggaran PSBB masuk dalam unsur Pasal 93 UU Kekarantinaan.
“Hanya saja, Pasal 93 adalah delik materil yang harus dibuktikan adanya akibat, yaitu menimbulkan kedaruratan masyarakat,” cuit Hamdan lewat akun Twitternya @hamdanzoelva yang dipantau Kamis (19/11/2020).
Koreksi atas tweet sebelumnya. PSBB termasuk kekarantinaan kesehatan. Pelanggaran PSBB masuk unsur Pasal 93. Hanya Pasal 93 adalah delik materil yang harus dibuktikan adanya akibat, yaitu menimbulkan keadaan kedaruratan masyarakat.
— Hamdan Zoelva (@hamdanzoelva) November 18, 2020
Cuitan itu merupakan koreksi atas cuitan sebelumnya, yang menyebut bahwa salah pasal jika PSBB dikenai atau diancam pasal 93 UU Kekarantinaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Hamdan yang juga eks pengurus Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyebut bahwa PSBB berbeda dengan karantina. Adapun yang dapat dikenai pidana menurut Pasal 93 UU Kekarantinaan hanyalah pelanggaran atas karantina.
Seperti diketahui, wilayah DKI Jakarta berstatus PSBB transisi hingga 22 November 2020.
Baca Juga
Hamdan menyebut tindak pidana atas pelanggaran PSBB, tidak diatur dalam UU kekarantinaan. Pelanggaran tersebut hanya diatur dalam Pergub.
“Di Indonesia tidak ada ketetapan karantina kecuali penetapan PSBB. Salah pasal kalau pelanggaran PSBB diancam Pasal 93 UU kekarantinaan,” cuitnya kemarin.
Polda Metro Jaya telah memeriksa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Selasa (17/11/2020). Dia diperiksa terkait pelanggaran protokol kesehatan yang dipicu oleh sejumlah kegiatan Front Pembela Islam (FPI) dan Rizieq Shihab di Ibu Kota sepekan terakhir, dalam masa PSBB transisi.
“Saya tadi sudah selesai memenuhi undangan untuk memberikan klarifikasi dan prosesnya berjalan dengan baik. Kemudian ada 33 pertanyaan yang tadi disampaikan menjadi sebuah laporan sepanjang 23 halaman,” kata Anies, Selasa (17/11/2020).
Menurut Anies, seluruh jawaban yang disampaikan sudah sesuai dengan fakta yang ada. Dia menegaskan tidak ada keterangan yang direkayasa untuk kepentingan tertentu.
Anies diperiksa terkait dugaan pelanggaran Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman satu tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Polda Metro Jaya menyampaikan pemberitahuan kepada Anies untuk dimintau keterangan pada Minggu (15/11/2020) yang ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kepala Subdit Keamanan Negara (Kasubditkamneg) selaku penyidik Raindra Ramadhan Syah.
Sejauh ini, ada 17 orang yang sudah dimintai keterangan oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan di kediaman Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pada Sabtu (14/11/2020).
Kala itu, FPI dan Rizieq menggelar peringatan Maulid Nabi SAWA dan pernikahan putrinya. Diperkirakan 7.000 massa hadir pada saat itu.
Tidak Berlebihan
Bukan hanya Anies yang diperiksa, Polda Metro Jaya juga berencana memeriksa Rizieq, rukun tetangga dan rukun warga (RT/RW), satpam atau linmas, lurah dan camat setempat serta Wali Kota Jakarta Pusat.
Pihak KUA juga akan dimintai klarifikasi termasuk Satgas Covid-19, Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI dan beberapa tamu yang hadir.
Pemeriksaan Anies ini mengundang kontra dari sejumlah pihak, sebagian menganggap pemeriksaan itu berlebihan dan preseden buruk bagi pemerintah saat ini.
“Jangan ada anggapan bahwa ada kriminalisasi dan sebagainya. Ini masih tahap klarifikasi dalam tahap penyelidikan, itu ujungnya menentukan ada atau tidak pidananya, ini masih jauh tahapannya," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat di Polda Metro Jaya, Rabu (18/11/2020).
Tubagus juga mengatakan, bahwa undangan klarifikasi terhadap Anies Baswedan oleh penyidik kepolisian juga tidak berlebihan.
"Tidak langsung orang diklarifikasi oleh kepolisian atau penyidik kemudian berpotensi menjadi tersangka, jadi berlebihannya di mana?" tambahnya.