Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Forum Strategis Arah Bangsa (Fostrab) meminta kepada Presiden Joko Widodo segera mengambil langkah strategis untuk menghadapi situasi nasional.
Salah satunya adalah mengevaluasi dan mengganti menteri, stafsus, dan perangkat lain yang kinerjanya sudah tidak lagi sesuai dengan visi dan misi presiden.
Koordinator Fostrab Jamaluddin Malik mengatakan ada sejumlah menteri dan stafsus yang kerap membuat kegaduhan.
"Tak henti-hentinya para pembantu presiden di tengah pandemi membuat tindakan blunder yang dinilai masyarakat seakan mempertontonkan sebuah kegilaan," ujar Jamal dalam keterangannya, Selasa, (17/11/2020).
Jamal yang merupakan tim inti presiden saat Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 mengatakan bahwa selama masa pandemi para pembantu Presiden bekerja lambat dan lemah dalam mengonsolidasikan satuan kerjanya masing-masing.
"Padahal presiden telah memerintahkan menterinya untuk bekerja extraordinary sehingga masyarakat di tengah pandemi memiliki rasa aman, nyaman dan ketenangan," kata dia.
Baca Juga
Jamal juga menyinggung soal kebijakan finalisasi Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja yang digagas pemerintah demi tujuan menggerakan roda perekonomian Bangsa Indonesia. Karena minimnya sosialiasai dan komunikasi dari para pembantu presiden, kebijakan tersebut ditunggangi kabar palsu alias hoaks.
Tidak hanya itu, pembantu presiden melakukan kesalahan fatal karena tidak cermat dengan adanya kesalahan tulis dalam draf Cipta Kerja yang diteken Presiden.
Blunder lainnya adalah staf khusus Presiden yang menerbitkan Surat Perintah kepada elemen mahasiswa untuk membendung aksi unjuk rasa.
Selain itu, terang Jamal, peran tim jubir kepresidenan salah kaprah dalam mengomunikasikan banyak hal termasuk kebijakan Omnibus Law, padahal UU tersebut bertujuan baik karena pada prinsip dasarnya tidak ada satupun negara di dunia ini yang bisa survive tanpa investasi.
"Tanpa kita sadari, dalam ekonomi global kita bersaing dengan negara-negara lain untuk mendapati investasi guna menggerakan ekonomi nasionalnya masing-masing," tuturnya.
Menurutnya, dengan berbagai macam blunder terseut akan berimbas terhadap Presiden akibat kesalahan yang dibuat oleh orang-orang di sekelilingnya.
"Disadari atau tidak, blunder yang terjadi di atas menambah point downgrade kepada Presiden Jokowi, sehingga banyak wacana yang muncul di masyarakat bahwa negara dikelola dengan tidak profesional. Lalu akan muncul pertanyaan, sampai kapan hal ini terus terjadi? Atau memang ada operasi 'dirty work' yang terjadi didalam 'lingkaran presiden' yang bertujuan untuk mendelegitimasi Presiden Jokowi," kata Jamal.