Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Sugiharto Tjandra alias Djoko Tjandra, Inspektur Jenderal atau Irjen Napoleon Bonaparte.
"Sehubungan dengan permohonan tim penasihat hukum terdakwa berkenaan penangguhan penahanan, setelah majelis hakim bermusyawarah sementara belum dapat kami pertimbangkan permohonan tersebut," kata Damis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/11/2020).
Pengumuman tersebut disampaikan Damin usai pembacaan tanggapan penuntut umum atas nota keberatan yang diajukan Irjen Napoleon. Dalam sidang, Jaksa Erianto meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi Napoleon dan melanjutkan memeriksa dan mengadili perkara.
Majelis hakim mengagendakan pembacaan putusan sela pada Senin pekan depan, 23 November 2020.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa penuntut umum mendakwa Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menerima suap sebesar S$200 ribu dan US$270 ribu dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra alias Joko Soegiarto Tjandra.
Duit tersebut diterima lewat perantara Tommy Sumardi. Uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra agar namanya dihapus dari daftar DPO atau red notice. Napoleon didakwa menerima duit itu bersama-sama Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Adapun, Prasetijo menerima US$150 ribu.
Jaksa menyebut pada April 2020, Djoko Tjandra yang berada di Kuala Lumpur Malaysia menghubungi Tommy Sumardi melalui sambungan telepon untuk menyampaikan maksud agar dapat masuk ke wilayah Indonesia.
Dia ingin mengurus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas kasus cessie Bank Bali di mana dirinya berstatus terpidana dan buron.