Bisnis.com, JAKARTA - Inggris menyatakan China telah melanggar perjanjian bilateral utamanya di Hong Kong dengan memberlakukan aturan baru untuk mendiskualifikasi legislator terpilih di bekas koloni Inggris itu dan memperingatkan akan mempertimbangkan pemberian sanksi.
Bendera Inggris diturunkan di Hong Kong ketika koloni itu diserahkan kembali ke China pada tahun 1997, setelah lebih dari 150 tahun menjadi koloni usai Inggris Perang Candu Pertama.
Otonomi Hong Kong dijamin di bawah perjanjian "satu negara, dua sistem" yang diabadikan dalam Deklarasi Bersama China-Inggris 1984 yang ditandatangani oleh Perdana Menteri China Zhao Ziyang dan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher.
"Pengenaan aturan baru Beijing untuk mendiskualifikasi legislator terpilih di Hong Kong merupakan pelanggaran yang jelas dari Deklarasi Bersama China-Inggris yang mengikat secara hukum," kata Menteri Luar Negeri Dominic Raab seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Jumat (13/11/2020).
China sekali lagi melanggar janjinya dan merusak otonomi tingkat tinggi di Hong Kong, menurut pernyataan itu.
Inggris kemarin memanggil Duta Besar China, Liu Xiaoming untuk mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam.
Baca Juga
Sedangkan wakil Raab, Nigel Adams mengatakan kepada parlemen bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan kemungkinan sanksi terhadap individu atas tindakan China.
"Kami akan terus mempertimbangkan sanksi gaya Magnitsky kami," kata Adams.
Sanksi Matgnitsky mengacu pada sanksi yang serupa dengan yang dikenakan pada mereka yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di bawah Undang-Undang Magnitski AS.
Ketika ditanya oleh anggota parlemen apakah Inggris akan memberikan sanksi kepada Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, Adams mengatakan tidak akan berspekulasi tentang nama pada tahap ini. Akan tetapi, Kedutaan China tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Uni Eropa juga meminta Beijing untuk tidak merusak otonomi Hong Kong.