Bisnis.com, JAKARTA — Pemilihan Presiden Amerika Serikat kali ini dinilai sebagai salah satu pemilu paling bersejarah.
Bagaimana tidak, ketika warga AS menuju tempat pemungutan suara untuk mengakhiri musim pemilihan umum 2020 yang panjang dan sulit, berbagai ketidakpastian masih menggantung selain bagaimana dampak seusai pesta demokrasi itu berakhir.
Ketidakpastian itu dapat dimengerti mengingat kemenangan Donald Trump yang mengejutkan pada 2016. Sekarang, di saat Trump menjadi presiden petahana maka taruhannya pada tahun ini juga bisa dibilang lebih tinggi.
Begitu juga dengan implikasi yang signifikan dari hasil pemilu, baik di dalam maupun luar negeri, terlepas dari siapa pun kandidat yang menang kali ini.
Akibat pandemi Covid-19 yang telah menghancurkan kehidupan dan mata pencaharian AS, sebagian besar negara di dunia menantikan apakah agenda America First yang digaungkan Trump, yang telah mengubah peran tradisional AS di dunia, akan bertahan hingga 2024 dan seterusnya.
Di sisi lain, Biden diharapkan mengembalikan Amerika Serikat ke peran tradisionalnya sebagai penjamin tatanan internasional saat ini, termasuk pentingnya lembaga dan perjanjian multilateral.
Baca Juga
Pertaruhan besar
Taruhan tinggi di dunia internasional itu terlihat dari dinamika domestik yang terlihat saat menuju pemilu sebagaimana dikatakan James Carouso, Managing Director BowerGroupAsia, Singapore seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (3/11/2020).
Menurutnya, polarisasi telah menyebabkan kedua kubu melemparkan skenario kiamat jika yang lain menang.
Karena itulah kritikus Biden berpendapat dia akan mendorong negara menuju sosialisme, sementara para pengkritik Trump mengatakan kalau dia terpilih untuk kedua kalinya maka Trump akan mengirim negara itu lebih jauh ke jalan ketidaksetaraan yang lebih besar dan pemerintahan yang buruk.
Prediksi jauh lebih hati-hati
Meskipun jajak pendapat secara konsisten menunjukkan Biden memiliki keunggulan signifikan atas Trump dalam pemungutan suara populer sejak mantan wakil presiden itu masuk ke pencalonan Partai Demokrat, ada keengganan yang mendalam untuk mempercayai angka-angka tersebut mengingat Trump menentang lembaga survei pada tahun 2016.
Kali ini lebih banyak diskusi tentang seperti apa jalan pemenang menuju kemenangan.
Proteksionisme dan egoisme AS
Apa pun hasilnya, Trump dan Biden menawarkan jalur yang sangat berbeda untuk AS. Jika Trump menang, orang dalam mengatakan dia akan lebih berani untuk membentuk kembali negara menurut citranya.
Citra yang terbangun selama ini termasuk membangun kembali lembaga-lembaga utama dan memajukan aspek-aspek yang oleh para kritikus disebut sebagai proteksionis, nativis, dan visi negara yang secara sempit mementingkan diri sendiri.
Ini tidak berarti tidak akan ada ruang untuk kolaborasi lintas partai, terutama pada isu-isu seperti infrastruktur yang diprioritaskan Trump dan Biden dalam platform partai mereka.
Hanya saja konsensus biasanya akan jauh lebih sulit untuk dicapai, terutama mengingat Trump yang lebih berani mengambil risiko dan terkesan mementingkan Partai Demokrat dalam menghadapi kekalahan di eksekutif dan legislatif.
Kebijakan luar negeri Trump
Di luar negeri, perjuangan antara prinsip-prinsip tradisional kebijakan luar negeri AS dan agenda America First dapat terus berlanjut, terutama pada kebijakan perdagangan dan pendekatan AS kepada sekutu dan musuh.
Risiko meningkatnya konflik dan gangguan seperti yang saat ini disaksikan di Nagorno-Karabakh, Asia Tengah, hanya akan meningkat di tengah krisis kebijakan luar negeri yang muncul di seluruh wilayah di mana AS tidak lagi memiliki kepentingan yang signifikan.
Hal yang pasti, mungkin ada lebih banyak kontinuitas di Asia dibandingkan dengan kawasan lain, kata Prashanth Parameswaran, Direktur BowerGroupAsia yang juga pakar urusan Asia.
Hal itu dimungkinan karena adanya kondisi bipartisan yang luas yang ada pada masalah-masalah utama, termasuk pendekatan yang lebih keras terhadap China.
Akan tetapi jejak Trump akan tetap pada prinsip pendekatan Indo-Pasifik AS, baik itu tentang tarif atau turunnya peran negara itu dalam urusan forum multilateral yang dilakukan oleh Perhimpunan Negara Asia Tenggara (Asean), kata Parameswaran.
Perubahan kalau Biden Menang
Kemenangan Biden akan menempatkan AS di jalur yang sangat berbeda di dalam negeri selain mengambil pendekatan yang lebih bersemangat untuk mengatasi pandemi.
Agenda Build Back Better kemungkinan akan berarti pajak yang lebih tinggi pada individu yang lebih kaya [mereka yang berpenghasilan lebih dari US$400,00 setahun], lebih banyak keterlibatan pemerintah dalam perawatan kesehatan, dan pendekatan yang lebih terbuka ke imigrasi resmi.
Akan tetapi pertanyaannya adalah kemampuan pemerintahan Biden untuk menempa jalur itu dengan jelas karena berfokus pada upaya membendung pandemi dan mempercepat pemulihan ekonomi.
Salah satu ketegangannya adalah bagaimana Biden dan timnya akan memilah-milah pertarungan antara kubu moderat Partai Demokrat dan sayap yang lebih progresif pada item agenda penting seperti perawatan kesehatan dan perubahan iklim serta mencari sumber daya prioritas lain seperti pertahanan.
Mengenai kebijakan luar negeri, Biden akan memasuki Gedung Putih dengan pengalaman puluhan tahun dari Senat dan sebagai wakil presiden dengan kemampuan yang sangat tidak dimiliki Trump.
Akan tetapi pertanyaan tentang prioritas dan soal keseimbangan akan tetap ada, terutama ketika menyangkut penekanan pada demokrasi dan hak asasi manusia, yang menurut Demokrat dirusak di bawah Trump.
Banyak yang akan bergantung pada partai mana yang mengontrol Senat, yang secara efektif dapat menghentikan inisiatif Biden.
Kedua pengamat sependapat bahwa Asia akan terus menjadi prioritas teratas, mengingat bobot strategisnya sendiri dan kepentingan AS di kawasan yang semakin penting dengan pengaruh China yang semakin meningkat.
Karena itulah Trump dan Biden menawarkan visi yang sangat berbeda tentang bagaimana AS akan diatur dan bagaimana relasinya dengan negara-negara Asia.
Satu hal yang pasti, sejarah tidak selalu memberikan panduan yang berguna dalam setiap pemilihan presiden AS.
Jadi, kita tunggu saja siapa presiden AS berikutnya setelah Trump berkuasa selama empat tahun melalui pemilihan presiden AS 2020 pada hari ini, waktu setempat.