Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum mendakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra memberikan suap sejumlah US$500 ribu kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pinangki adalah mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI.
Uang suap itu diberikan agar Pinangki mengurus Fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan Putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga terdakwa Joko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
"Uang sebesar USD500.000 (lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat) dari sebesar USD1.000.000 (satu juta Dollar Amerika Serikat) yang dijanjikan oleh Terdakwa JOKO SOEGIARTO TJANDRA sebagai pemberian kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Pegawai Negeri atau selaku Penyelenggara Negara dalam kedudukannya sebagai Jaksa dengan jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut,berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa saat membacakan surat dakwaan Djoko Tjandra, Senin (2/11/2020).
Dalam pengurusan fatwa itu, Pinangki disebut bertemu dengan seorang bernama Rahmat dan Anita Kolopaking. Pertemuan itu berlangsung pada September 2019. Dalam pertemuan itu, Rahmat menghubungi Djoko Tjandra lewat handphone. Dalam perbincangan itu disebut bahwa Pinangki ingin diperkenalkan dengan Djoko Tjandra.
Disebutkan juga oleh jaksa bahwa Anita akan menanyakan ke temannya yang seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa untuk Djoko Tjandra yang direncanakan Pinangki itu.
Baca Juga
Seluruh rencana Pinangki itu disebut jaksa tertuang dalam 'proposal' yang bernama 'action plan'. Untuk melancarkan rencana tersebut, Djoko Tjandra meminta kepada Pinangki mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat ke Kejaksaan Agung menanyakan status hukum Joko Soegiarto Tjandra, lalu terdakwa menyampaikan akan menindaklanjuti surat tersebut.
Pembahasan tersebut disebut terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, tepatnya di gedung The Exchange 106. Jaksa menyebut Pinangki awalnya menawarkan action plan 'senilai' US$100 juta, namun Djoko Tjandra hanya menjanjikan US$10 juta.
Djoko Tjandra pun memberikan US$500 ribu ke Pinangki melalui Herriyadi Angga Kusuma yang merupakan adik iparnya. Uang itu diteruskan ke Andi Irfan Jaya yang disebut sebagai seorang swasta dari pihak Pinangki. Setelahnya Pinangki memberikan US$50 ribu dari US$500 ribu ke Anita.
Atas perbuatannya, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.