Bisnis.com, JAKARTA — Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono mendorong mahasiswanya untuk bergumentasi lewat forum diskusi ketimbang ikut demonstrasi yang berakhir anarkis terkait penolakan UU Cipta Kerja.
Panut berpendapat kampus terdiri dari orang-orang akademis yang memiliki banyak ruang untuk berdebat terkait dengan pro dan kontra UU Cipta Kerja yang timbul di tengah masyarakat.
“Kita orang akademis kita masing-masing punya argumen. Ahli hukum di UGM itu yang pro itu banyak yang kontra juga banyak,” kata Panut dalam pertemuan dengan perwakilan mahasiswa pada Jumat (23/10/2020).
Malahan, dia mengatakan, ahli hukum yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja lebih banyak bertumpu pada permasalahan formal terkait proses legislasi atau pembuatan undang-undang. Tetapi, menurut dia, tidak ada ahli hukum yang mempersalahkan segi materiil atau pasal yang dimuat dalam UU Cipta Kerja tersebut.
“Kalau pasal ini kurang baik itu bisa diatur di Peraturan Pemerintah [PP], diatur di Peraturan Presiden [Perpres],” ujarnya.
Prinsipnya, dia mengatakan, UU Cipta Kerja itu mesti menguntungkan masyarakat. Ihwal prinsip itu, dia bercerita, sempat memberi masukan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan terkait tujuan UU Cipta Kerja tersebut.
Baca Juga
“Tetapi terobosan-terobosan itu jangan sampai merugikan masyarakat banyak saya menyampaikan itu ke pak Luhut,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan demontrasi menentang Undang-Undang Cipta Kerja oleh mahasiswa merupakan sebuah paradoks.
Moeldoko mengklaim UU ini dibuat untuk memfasilitas para calon pekerja pada masa yang akan datang.
“Tentu anak-anak saya yang saat ini ada di jalanan, kalau itu mereka dipahamkan tentang hal ini, mereka pasti tidak akan turun ke jalan, karena pemerintah sungguh memikirkan nasib mereka ke depan,” kata Moeldoko di kantornya, Rabu (21/10/2020).
Moeldoko menjelaskan setiap tahun ada 2,9 juta lulusan baru yang mencari lapangan pekerjaan. Jumlah tersebut masih belum termasuk 6,5 juta pengangguran yang dicatat pemerintah.
Tahun ini kondisinya diperburuk dengan pandemi Covid-19, sehingga 3,5 juta pekerja kehilangan pekerjaan, baik dari sektor formal maupun informal.
“Salah satu bentuk kesejahteraan umum yang disiapkan Presiden bagaimana menyiapkan calon-calon pencari kerja agar mendapatkan pekerjaan,” kata Moeldoko.