Bisnis.com, JAKARTA - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan bahwa naskah UU Cipta Kerja dalam proses penandatanganan oleh Presiden Joko Widodo. Dengan demikian UU yang menuai kontroversi ini tidak lama lagi akan secara resmi diundangkan.
"Naskah UU Cipta Kerja kini sedang dalam proses penandatanganan Presiden," kata Dini kepada wartawan, Jumat (23/10/2020).
Seperti diketahui, selama dua pekan terakhir sejumlah elemen masyarakat yang terdiri dari mahasiswa, buruh, dan pelajar turun ke jalan. Mereka melakukan penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020.
Adapun, sejak awal pembahasan RUU Cipta Kerja yang semula bernama RUU Cipta Lapangan Kerja Ini telah menuai protes dari kalangan serikat pekerja.
Puncak protes pecah setelah DPR mengesahkan RUU tersebut dengan proses yang dinilai terlalu terburu-buru. Lebih lagi, omnibus law pertama di Indonesia ini disahkan di tengah pandemi Covid-19.
Protes tidak hanya datang dari masyarakat saja. Sejumlah pemimpin daerah sempat menyurati Presiden Jokowi karena keberatan dengan UU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya bahkan ikut turun ke jalan.
Baca Juga
Tidak ketinggalan, pemuka agama pun ikut menyampaikan keberatan. Tokoh NU, Muhammadiyah, dan kristen sepakat bahwa UU tersebut mengancam minoritas dan merampas kesejahteraan rakyat.
Kisruh UU Ciptaker pun ditambah dengan beredarnya beragam informasi mengenai UU tersebut. Seperti diketahui, ada sejumlah versi naskah final RUU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat.
Pada 12 Oktober 2020 malam beredar naskah final setebal 812 halaman. Padahal sebelumnya sempat beredar di publik naskah RUU Ciptaker setebal 905 halaman dan juga lebih dari 1.000 halaman.
Naskah setelah 812 halaman itu kemudian menjadi yang diserahkan DPR kepada Istana. Kemudian naskah final kembali berubah menjadi 1.187 halaman karena telah disesuaikan Kemensetneg dengan format penulisan baku dalam catatan negara.
Di meja Kemensetneg pun UU Ciptaker masih menuai kontroversi. Istana dan DPR mengakui ada satu pasal mengenai minyak dan gas bumi yang dihapus, yakni Pasal 46 UU 21/2001.
Pemerintah dan DPR telah menjelaskan penghapusan pasal dari UU Ciptaker dilakukan karena tidak memiliki perbedaan dengan UU yang berlaku saat ini.
Berdasarkan penelusuran Bisnis, Pasal 46 UU 21/2001 yang terdiri dari 4 ayat memang tidak memiliki perbedaan dengan yang sempat tercantum di dalam UU Ciptaker setebal 812 halaman.
Adapun, Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman menilai Presiden Jokowi wajib menolak tanda tangan UU Ciptaker yang tidak sesuai dengan rapat paripurna 5 Oktober 2020.
Menurutnya, perubahan naskah final sebuah RUU yang telah disahkan menjadi undang-undang hanya dapat dilakukan apabila rapat paripurna memberikan mandat kepada Badan Legislasi atau panja untuk menyempurnakan naskah tersebut.
Sementara itu, Presiden Jokowi menilai gelombang besar protes terhadap UU Cipta Kerja disebabkan adanya disinformasi dan hoaks yang beredar di kalangan masyarakat.
Presiden meyakini UU ini memiliki tujuan baik, yaitu menciptakan banyak lapangan kerja dan memperbaiki kehidupan para pekerja dan calon pekerja.