Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok tak pernah sepi dari pemberitaan, meski di tengah wabah Covid-19.
Terbaru, seniman Butet Kertaradjasa mewawancarai Ahok soal apa yang akan dilakukannya bila jadi Presiden Indonesia.
Hasil wawancara berjudul “Kalau Ahok Jadi Presiden Apa yang Dilakukan” itu diunggah Butet di kanal Youtube @butetkartaredjasa pada 11 Oktober 2020.
Selain membahas Pertamina, yang kini Ahok menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Butet juga menanyakan seputar apa yang akan dilakukan Ahok bila menjadi Presiden Indonesia.
Untuk membuat Pertamina supaya lebih baik, Ahok berkeinginan melakukan beberapa hal. Pertama, memperbaiki jenjang karir pegawai; kedua, memangkas dan melelang jabatan untuk mendapat pegawai terbaik; ketiga, rapat Dewan Komisaris sekali seminggu bukan empat kali setahun.
“Tapi, faktanya karena banyak urusan, rapat bisa empat kali seminggu, maka ada yang meledek, ini komut rasa dirut. Saya jawab bercanda, saya bukan komut rasa dirut, tapi dirut nyaru komut, maka kita awasi,” ujar Ahok.
Baca Juga
Selain membahas Pertamina, Butet mempertanyakan soal kemungkinan Ahok jadi Presiden. Tapi, apa mungkin Ahok bisa menjadi Presiden seperti Joko Widodo?
Seperti diketahui, Joko Widodo pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan wakilnya kala itu adalah Ahok. Setelah Jokowi jadi Presiden RI, maka Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Tak ada yang mustahil di dunia ini, bila Tuhan berkehendak.
Saat ditanya apakah dirinya bisa jadi presiden, Ahok menjawab dengan berkelakar.
“Saya bisa jadi presiden, presiden direktur,” katanya.
Selanjutnya, Ahok mengatakan bahwa sulit baginya untuk bisa mendapatkan posisi tersebut, karena ada narasi yang hilang dalam bangsa Indonesia, yaitu tentang siapa bangsa Indonesia.
“Jadi tiba-tiba seolah-olah saya bukan orang Indonesia asli. Makanya, saya bilang ada narasi yang hilang. Andaikan bangsa Indonesia jadi sadar, bahwa kita ini manusia yang harus lebih berguna untuk orang lain, bukan masalah keyakinan apa, karena kalau bicara keyakinan kan susah siapa yang paling benar.”
Bagi Ahok, kalau memilih seorang pemimpin berdasarkan keimanan, tidaklah penting selama tidak tercermin dari perbuatannya.
“Kalau memang beriman, saya mau lihat perbuatan kamu, menunjukkan iman kamu enggak. Saya enggak perlu menunjukkan iman saya, saya akan tunjukkan lewat perbuatan saya. Anda akan tahu iman saya,” terangnya.
Butet pun menimpali, bahwa memang sulit buat Ahok jadi Presiden Indonesia.
“Kamu tuh salahnya dua Pak Ahok, sudah China, Kristen lagi.”
Mendandani Indonesia
Jika menjadi presiden, ada beberapa hal penting yang akan dilakukannya untuk membuat Indonesia lebih baik.
Pertama, Ahok bakal melakukan pemutihan dosa-dosa lama, karena semua orang pasti pernah buat salah.
Kedua, soal pilkada seluruh Indonesia, siapapun yang ikut mencalonkan diri harus bisa membuktikan secara terbalik hartanya.
“Kalau kita punya harta warisan orangtua saya buruk gapapa, minimal rakyat tahu kenapa kamu punya harta sekian miliar, sekian puluh miliar. Tinggal declare ini warisan dari ayah saya, mantan pejabat ini. Harus ada pembuktian,” kata Ahok.
Ketiga, Ahok bakal memperbaiki gaji pejabat, asalkan KPI [key performance index] jelas.
Keempat, adanya jaminan pendidikan, kesehatan, perumahan bagi rakyat.
Keempat, untuk Bidang UKM, pengusaha kecil bisa menjadi pengusaha sedang dan besar.
Kelima, gaji aparat seperti TNI, Polri naik.
Ahok melihat di luar negeri para prajurit yang ikut perang selalu mendapat keringanan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Baginya, Indonesia harus mengadopsi aturan tersebut.
“Di luar, Anda kalau pergi perang, di mana Anda kembali dapat diskon 10 persen, kalau ikut dua kali dapat 20 persen. Sekarang , di Indonesia saya dapat penghargaan dari perang sebanyak apa pun datang ke minimarket nggak ada duit, ya nggak dapet susu,” kata Ahok.
Keenam, mengatasi pelaku kejahatan kemanusiaan.
“Jadi Presiden gampang, kita tinggal proses supaya rakyat tahu siapa yang perbuat, dari mana sampai kejadian seperti itu. Setelah itu sebagai kepala negara berhak memberikan pengampunan,” ujarnya di video bersama Butet Kertaradjasa beberapa hari lalu.
Menurutnya, hal itu merupakan bentuk rekonsiliasi bangsa, bukan berarti menutupi kejahatan.
“Tapi, kejahatan apapun harus tercatat, sehingga rakyat generasi kita akan belajar apa kesalahan yang sudah dilakukan penguasa terlebih dahulu,” imbuhnya.