Bisnis.com, JAKARTA - Pemulihan ekonomi China menunjukkan tanda-tanda stagnan bulan ini. Michael Pettis, Profesor Keuangan di Universitas Peking mengatakan pemulihan ekonomi China sejauh ini cenderung timpang dan lemah.
Data Agustus menunjukkan, meski penjualan ritel turun 8,6 persen selama delapan bulan pertama 2020, China mencatatkan kenaikan bulanan pertama sebesar 0,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Data juga menunjukkan bahwa produksi industri 5,6 persen lebih tinggi dan investasi aset tetap meningkat sebesar 4,16 persen, serta surplus perdagangan 19,3 persen pada perdagangan.
Pettis menjelaskan, sebelum 2020 penjualan ritel telah tumbuh sedikit lebih cepat daripada produksi industri. Namun situasi berbalik pada tahun ini karena produksi industri tumbuh jauh lebih cepat daripada penjualan ritel sehingga mengancam upaya penyeimbangan China selama dua hingga tiga tahun terakhir.
Produksi industri sejak Juni telah menutup penurunan pada 7 bulan pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan tajam tersebut berarti untuk pertama kalinya pada 2020, total produksi telah melebihi angka tahun lalu.
"Namun, yang menjadi kendala bagi ekonomi China adalah sisi permintaan, khususnya konsumsi domestik, bersama dengan investasi sektor swasta yang didorong oleh konsumsi tersebut," katanya, seperti dilansir Financial Times, Senin (28/9/2020).
Baca Juga
Dia melanjutkan, pemulihan ekonomi di China dan dunia secara umum membutuhkan rebound pada permintaan yang disertai kenaikan pasokan. Namun data ekonomi dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa pemulihan terbatas telah didorong sisi produksi, tetapi permintaan domestik berkelanjutan hampir tidak pulih dari pandemi.
Beijing menekan dengan keras di sisi penawaran, terutama karena harus menurunkan pengangguran secepat mungkin. "Masalah dengan strategi ini adalah bahwa hal itu meningkatkan kesenjangan antara permintaan berkelanjutan dan total pasokan," ujarnya.
Menurutnya ada dua solusi yang bisa ditempuh, yakni meningkatkan surplus perdagangan China dan memperkuat investasi sektor publik. Namun kedua upaya itu sama-sama berisiko meningkatkan utang luar negeri China. "Pemulihan ini tidak berkelanjutan tanpa transformasi ekonomi yang substansial," ujarnya.