Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapati laporan pemerasan dari sejumlah pihak-pihak yang mencatut nama lembaga antirasuah.
Laporan itu didapat KPK dari sejumlah daerah seperti di Bengkulu (Januari), Bireuen Aceh (Juli) dan terbaru terjadi di Ciamis Jawa Barat (Agustus).
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan modus operandi yang dilakukan oknum tersebut adalah menakut-nakuti akan membongkar dan menangkap aparatur pemerintah di daerah yang diduga 'bermain' dalam proyek pembangunan di wilayahnya.
"Atau pihak swasta yang mendapatkan dana hibah dari penyelenggara negara," kata Firli dalam keterangan resmi, Kamis (17/9/2020).
Firli mengatakan banyak aparatur pemerintah berani melawan 'KPK palsu' dan melaporkan mereka ke petugas kepolisian, sehingga seluruh pelaku dapat ditangkap.
Namun, lanjut Firli, tak sedikit juga aparatur pemerintah di daerah yang mau menjadi 'sapi perah' petugas KPK gadungan ini.
Baca Juga
"Sehingga wajar jika banyak pihak mempertanyakan integritas mereka sebagai pemimpin maupun perpanjangan tangan negara di daerah," ujarnya.
Firli melanjutkan, oknum pemeras yang mencatut nama KPK ini, tengah melirik perhelatan Pilkada Serentak 2020 dan pandemi Covid 19 sebagai ladang baru yang potensial untuk melancarkan aksinya.
Untuk itu, Firli mengingatkan masyarakat agar mewaspadai pihak-pihak yang mengaku sebagai KPK atau bekerja sama dengan KPK dengan modus membantu pengisian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai syarat pencalonan bagi calon kepala daerah untuk mengikuti pilkada serentak 2020, dengan meminta imbalan sejumlah uang.
"Padahal, sesuai dengan Surat Edaran Pimpinan KPK Nomor 07.1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 yang mengatur penyampaian LHKPN wajib dilaksanakan secara online melalui elhkpn.kpk.go.id dan gratis alias tidak dipungut biaya apapun," ungkapnya.
Pihak KPK, lanjut Firli, mendapatkan informasi terdapat sejumlah oknum yang mengaku sebagai pegawai KPK atau mitra kerja KPK di Banten dan Jawa Barat, menawarkan bantuan untuk mengisi e-LHKPN calon kepala daerah, sekaligus mendapatkan tanda terimanya.
Bahkan, KPK gadungan atau pihak yang mengaku bekerjasama dengan KPK tersebut, sesumbar dapat membantu calon kepala daerah untuk menghindari proses pemeriksaan LHKPN.
"Sekali lagi kami informasikan, tidak ada biaya apapun untuk mengisi LHKPN dan tidak ada peluang sekecil apapun untuk menghindari proses pemeriksaan LHKPN," ujarnya.
Firli mengatakan tindak pidana pemerasan yang mengatas namakan atau menjual nama KPK, juga dapat terjadi pada penanganan pandemi Covid-19, khususnya di daerah.
Sebagai langkah antisipasi, KPK melalui unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan Korupsi secara intensif melakukan pendampingan dan monitor terhadap upaya-upaya pemerintah daerah dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Mudah-mudahan langkah ini dapat membatalkan niat serta aksi KPK gadungan, dan yang paling penting dapat menjadi imun anti korupsi bagi aparatur pemerintah didaerah, agar tidak tergoda bisikan jahat untuk berperilaku koruptif, mengingat anggaran penanganan pandemi Covid-19 yang mereka kelola sangat besar sekali," kata Firli.