Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyoroti hak pekerja migran perempuan terhadap akses kesehatan di era pandemi.
Hal ini disampaikan dalam pertemuan Asean Intergovernmental Commission on Human Rights atau AICHR Representatives (Komisi Antar Pemerintah Asean untuk Hak Asasi Manusia atau Perwakilan AICHR), Kamis (10/9/2020).
Dari 9,9 juta pekerja migran Asean, sebanyak 48,7 persen merupakan perempuan. Untuk itu, Indonesia meminta seluruh pihak memastikan selama pandemi, perempuan memiliki kesetaraan hak dan akses termasuk di dalam pelayanan kesehatan.
Kesetaraan ini termasuk terhadap migran gelap dari etnis Rohingya. “Mereka telah mempertaruhkan nyawa mereka dan menempuh cara yang sangat membahayakan untuk mencari hidup yang lebih baik, dan sebagian besar diantara mereka adalah perempuan dan anak,” ungkap Retno dalam press briefing pada hari yang sama.
Pada pertemuan malam harinya, Menlu Retno akan melanjutkan agenda pertemuan dalam Asean Ministerial Dialogue on Strengthening Women’s role for Sustainable Peace and Security (Dialog Kementerian Asean tentang Penguatan Peran Perempuan untuk Perdamaian dan Keamanan Berkelanjutan).
Dalam pertemuan ini, Retno berencana untuk mengusulkan gerakan global untuk meningkatkan peran perempuan dalam perdamaian.
Baca Juga
Terdapat tiga hal penting di antaranya, pertama, pentingnya mendobrak rintangan struktural maupun kultural terhadap peran perempuan dalam perdamaian dan keamanan. Kedua, memastikan adanya perangkat dan situasi yang mendukung bagi pemberdayaan perempuan dalam perdamaian dan keamanan.
“Termasuk melalui tindakan afirmasi, insentif, pengembangan kapasitas perempuan dan lainnya,” paparnya.
Ketiga, memperkuat jejaring global/global network untuk perempuan dalam perdamaian dan keamanan.
Dalam 5 tahun terakhir, isu perempuan telah menjadi salah satu isu utama dalam politik luar negeri Indonesia, terutama di Afghanistan, Palestina, maupun di Asean.
Salah satu pencapaian sukses Indonesia adalah saat Presidensi Dewan Keamanan PBB Agustus 2020, Indonesia berhasil mengumpulkan sponsor dari 97 negara untuk mengesahkan resolusi no. 2358 mengenai perempuan dalam misi perdamaian PBB.