Bisnis.com, JAKARTA - Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdyan Handoyo Utomo menilai tidak transparannya hasil penelitian dan pengembangan obat dapat membahayakan.
Pernyataan Ahmad menyikapi klaim obat kombinasi bagi pasien Covid-19 yang dikembangkan oleh Universitas Airlangga (Unair)bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI AD.
"Saya ingat ketika malam diumumkan, itu di grup saya ribut itu. Kenapa rebut? Karena ada power point yang ada di situsnya TNI. Dan cuma itu," kata Ahmad seperti dikutip dari siaran Podcast Pandemic Talks, Jumat (21/8/2020).
Dia menjelaskan bahwa keterlibatan BIN dan TNI praktis membuat pihak dari Unair diam. Bahkan, rekan-rekannya sesama ilmuwan pun berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan terkait obat ini.
"Tapi tahu enggak responsnya ilmuwan, semua sepakat ini hati-hati ada BIN di situ. Teman-teman yang dari kampus yang bersangkutan, sepakat enggak berani ngomong," katanya.
Menurut dia, aura ketakutan untuk menyampaikan informasi dapat berbahaya. Terutama, lanjut Ahmad, di bidang sains.
Baca Juga
"Ketika ada aura ketakutan tidak berani menyampaikan kebenaran itu bahaya banget. Karena kalau enggak ada ini senyap," katanya.
Obat Covid-19 kombinasi dari BIN, TNI AD dan Universitas Airlangga kini masih menuai pro kontra, dan belum mendapatkan lampu hijau untuk izin edar.
Diketahui, tiga obat kombinasi yang diklaim efektif 98 persen itu yakni: pertama, kombinasi Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, kombinasi Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, kombinasi Hydrochloroquine dan Azithromycin.
Melalui konferensi pers, Kepala BPOM Penny Lukito menyebut hasil inspeksi pada pusat penelitian di wilayah Bandung yang dilakukan pada tanggal 27-28 Juli 2020 menunjukkan perlunya beberapa klarifikasi data yang kritikal terhadap kombinasi obat itu.