Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sanksi AS Bikin Buntu Ekspansi Perbankan Global di Hong Kong dan China

Banyak pihak mengkhawatirkan daftar pejabat terkena sanksi dapat diperluas hingga mencakup perusahaan China atau anggota Partai Komunis, sebuah kelompok yang terdiri atas sekitar 90 juta orang yang terhubung dengan perusahaan milik negara.
Deretan gedung pencakar langit di kawasan bisnis Hong Kong menjelang terbenamnya matahari, Kamis (13/6/2019)./Reuters-Tyrone Siu
Deretan gedung pencakar langit di kawasan bisnis Hong Kong menjelang terbenamnya matahari, Kamis (13/6/2019)./Reuters-Tyrone Siu

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana ekspansi perbankan global seperti Citigroup Inc., JPMorgan Chase & Co., dan HSBC Holdings Plc terancam buntu karena aksi saling balas sanksi terhadap pejabat Amerika Serikat dan China.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump memberi sanksi kepada 11 pejabat termasuk Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam dan dua petinggi China di kota tersebut yang berkontribusi pada pengesahan Undang-Undang Keamanan Nasional.

Perintah eksekutif itu juga memungkinkan hukuman bagi lembaga keuangan asing yang secara sengaja melakukan bisnis dengan individu yang terkena sanksi.

Dilansir Bloomberg, Selasa (11/8/2020), di sisi yang berlawanan, China membalas dengan sanksi terhadap 11 orang AS, termasuk lima anggota Kongres, tetapi tidak memberikan rincian tentang apa yang akan mereka lakukan.

Sebagai tindak lanjut dari perintah eksekutif Trump, Citigroup menutup akun milik 11 pejabat yang terkena sanksi AS. Sumber yang dekat dengan masalah ini mengatakan bahwa dikhawatirkan daftar pejabat terkena sanksi dapat diperluas hingga mencakup perusahaan China atau anggota Partai Komunis, sebuah kelompok yang terdiri atas sekitar 90 juta orang yang terhubung dengan perusahaan milik negara.

Jika itu terjadi, berarti bank-bank Wall Street tidak dapat berbisnis dengan perusahaan-perusahaan itu dan akan memotong potensi pendapatan.

Sementara itu, jika tidak patuh terhadap peraturan itu, bank-bank dapat menghadapi serangkaian sanksi termasuk pemblokiran aset, pembatasan akses ke pinjaman, larangan menjadi dealer utama dalam utang AS, melakukan transaksi valuta asing dan perbankan, serta hukuman bagi para eksekutifnya.

Adapun, pertaruhannya tidaklah sederhana. Sebanyak lima bank besar AS memiliki total eksposur US$71 miliar ke China pada 2019, dengan JPMorgan mencatat investasi terbesar pada US$19 miliar.

Eskalasi dapat mengaburkan rencana pertumbuhan perbankan itu dan mengancam pendapatan yang telah dihasilkan selama bertahun-tahun dari kerja sama dengan raksasa seperti Alibaba Group Holding Ltd.

Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan, keuntungan di industri pialang China dapat mencapai US$47 miliar pada 2026. Perusahaan asuransi, manajer aset, dan bank komersial juga memiliki rencana ekspansi ke China.

Namun demikian, meski AS memiliki kewenangan luas untuk menjatuhkan hukuman berdasarkan aturan tersebut, eksekutif bank telah menilai bahwa dampak awal mungkin terbatas pada pejabat China paling senior. Hal itu karena AS tidak mungkin mengambil tindakan yang secara signifikan akan mengganggu perdagangan atau merugikan ekonomi global.

Sedangkan bagi perbankan besar China, yang paling terekspos terhadap sanksi tersebut yakni Industrial & Commercial Bank of China Ltd., mengingat hubungan dekat dengan para pejabat. Memutuskan tautan itu akan sulit, jika bukan tidak mungkin.

Menurut Bloomberg Intelligence, pemberi pinjaman China memiliki dana US$1,1 triliun yang dipertaruhkan. Jika perbankan asal Negeri Panda akhirnya juga diberi sanksi, presiden juga dapat melarang investor AS memegang ekuitas atau utang pada pemberi pinjaman.

Tidak hanya bagi pejabat Hong Kong dan China, sanksi AS juga akan berlaku untuk entitas perusahaan. Penerapan yang luas untuk perusahaan, terutama yang memiliki jejak signifikan di China atau Hong Kong akan menimbulkan risiko yang lebih besar bagi bank global karena lebih sulit untuk melepaskan hubungan tersebut.

Menurut panduan Office of Foreign Assets Control, bank kemungkinan akan dilarang melakukan bisnis dengan perusahaan yang 50 persen atau lebih dikendalikan oleh individu yang terkena sanksi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper