Bisnis.com, JAKARTA – Kuasa Hukum KT Corporation Waraka Anshar menyatakan gugatan pailit pada Global Mediacom—anak perusahaan MNC Group—memiliki landasan hukum yang kuat dan sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan.
Waraka yang tergabung dalam Amir Syamsudin law Office menjelaskan dalam Undaung-undang tersebut, disebutkan bahwa jika debitur memiliki dua atau lebih kreditur, dan memiliki satu utang yang telah jatuh tempo maka dapat dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.
“Pada Sidang Permohonan Pailit di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Global Mediacom, Rabu [5/8/2020], Dr Amir Syamsudin dari Amir Syamsudin Law Office menegaskan bahwa Global Mediacom dari MNC Grup telah gagal membayar nilai yang telah diputus oleh Majelis Arbitrase London, baik kepada KT Corporation sejak Juli 2009, dan Qualcomm sejak Mei 2011,” katanya melalui keterangan tertulis, Sabtu (8/8/2020).
Dia menjelaskan berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 2 Ayat (1) disebutkan bahwa Debitur yang telah memenuhi kriteria, dapat diajukan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannnya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Global Mediacom, lanjutnya, memiliki lebih dari satu utang yang dapat ditagih. Hal ini merujuk pada putusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) No. 16772/CYK pada November 2010, yang menyebutkan Global Mediacom diwajibkan untuk membayar kepada KT Corporation sejumlah USD 13.850.966 untuk pembayaran harga penjualan berikut bunga serta US$731.642 untuk biaya hukum dan lainnya.
Selain kepada KT Corporation, Global Qualcomm juga diperintahkan oleh Majelis Arbitrase Pada Oktober 2012 untuk membayar pada Qualcomm sebesar US$39.500.479 ditambah bunga tetap sebesar 5,063 persen pertahun sejak Mei 2011.
Baca Juga
“Dengan demikian, dapat dibuktikan dengan sederhana, bahwa Global Mediacom memenuhi syarat Undang-undang Kepailitan, karena memiliki paling tidak dua kreditur, dan satu hutang jatuh tempo yang dapat ditagih, oleh karenanya kami ajukan permohonan pailit untuk Global Mediacom,” ujar Amir.
Sengketa KT Corporation dan PT Global Mediacom Tbk. diawali dengan Perjanjian Opsi Jual dan Beli pada Juni 2006. Perjanjian ini awalnya ditandatangani oleh PT KTF Indonesia (kini menjadi KT Corporation), PT Bimantara Citra Tbk. (kini menjadi Global Mediacom) dan Qualcomm Incorporated.
Pada September 2016, seluruh hak dan kewajiban PT KTF Indonesia digantikan oleh KT Freetel. Dia menjelaskan hal itu didasarkan pada sale and transfer shares agreement. Kemudian, KT Freetel melakukan merger dengan KT Corporation, dan menjadi KT Corporation sebagai perusahaan yang tetap berdiri.
Dengan demikian, lanjutnya, KT Corporation merupakan kreditur yang sah dari PT Global Mediacom Tbk. Sehingga, menurutnya KT Corporation memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengajukan gugatan pailit kepada Global Mediacom.
Sementara itu, Direktur dan Chief Legal Counsel Global Mediacom Christophorus Taufik Siswandi, dalam keterangannya meminta Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan KT Corporation. “Tidak ada kewajiban atau utang Mediacom ke KT Corporation, kalau ada pasti kita disclose di laporan keuangan karena kita perusahaan terbuka,” katanya.