Bisnis.com, JAKARTA - Laba Oversea-Chinese Banking Corp. (OCBC) pada kuartal II/2020 mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan dengan proyeksi para analis.
Hasil tersebut seiring dengan kenaikan pencadangan untuk kredit bermasalah dan pendapatan bunga dari kredit menurun selama masa pandemi.
Dilansir Bloomberg pada Jumat (7/8/2020) laba bersih OCBC turun 40 persen secara tahunan ke 730 juta dolar Singapura dari 1,22 miliar dolar Singapura pada periode 3 bulanan yang berakhir 30 Juni 2020. Realisasi ini meleset dari rata-rata prediksi 8 analis yang disurvei oleh Bloomberg, yaitu senilai 930 juta dolar Singapura.
Sama dengan rival bank di Singapura, OCBC menyisihkan pencadangan untuk bantalan sebelum bantuan pemerintah berakhir, yang bisa menyebabkan kondisi ekonomi lebih sulit di masa pandemi.
OCBC juga menghadapi kontraksi pendapatan dari penyaluran kredit karena suku bunga yang terus menurun.
Kendati demikian, CEO OCBC Samuel Tsien menyatakan akan menjaga biaya kredit untuk dua tahun mendatang, sama seperti DBS Group dan UOB Ltd. Ini menjadi sinyal bahwa bank-bank besar Singapura bersiap melewati resesi terburuk di negara itu.
"Banyak ketidakpastian yang dihadapi di sektor ekonomi maupun di sisi sumber daya manusia yang disebabkan oleh pandemi," ujar Tsien dalam sebuah presentasi.
Dia menyebutkan menjadi hal penting bagi sektor perbankan untuk menjaga arus kas dan bersiap untuk pemulihan yang lambat.
Total beban bank pada kuartal II tahun ini melonjak dari 111 juta dolar Singapura menjadi 750 juta dolar Singapura. Dari nilai ini, pencadangan untuk aset yang mengalami penurunan nilai sebesar 518 juta dolar Singapura. Beberapa biaya beban digunakan untuk kredit bermasalah yang disalurkan untuk sektor minyak.
OCBC memprediksikan rasio kredit bermasalah gross berada di rasio 2,5 persen hingga 3,5 persen, sedangkan biaya kredit dijaga 100-130 bps hingga akhir tahun.
Sementara itu, laba bersih DBS diperkirakan turun 22 persen yoy, sedangkan laba bersih UOB merosot 40 persen yoy pada kuartal II tahun ini.