Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyesalkan pelemahan kinerja lembaga antirasuah. Penyebabnya, tak lain adalah revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Korban penyiraman air keras itu mempertanyakan apakah pelemahan ini merupakan bentuk dari kemenangan oligarki.
"Ditengah korupsi yang semakin banyak dan parah, justru rezim ini melemahkan KPK. Ini kemenangan oligarki?," kata Novel, Senin (3/8/2020).
Lebih lanjut dia mengatakan pekerjaan membesarkan KPK bukan perkara mudah. Untuk itu, Novel menegaskan keberadaan KPK harus tetap dijaga.
"Mendirikan KPK sangatlah sulit, karena oligarki tidak akan suka, maka KPK mesti terus dijaga hingga titik akhir," ujar Novel.
Dia pun menyesalkan proses peralihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Berdasarkan UU KPK baru, lembaga antirasuah kini berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Baca Juga
"Sekarang proses peralihan menjadi ASN sedang dikebut setelah Presiden menandatangani PP Nomor 41/2020. Sepertinya itu proses pelemahan tahap akhir," ucapnya.
Diketahui, Berdasarkan UU tentang KPK yang baru, status kepegawaian pegawai KPK adalah aparatur sipil negara (ASN).
Pada Pasal 1 Ayat (3) UU No.19/2019 berbunyi, "Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini"
Kemudian, terdapat pula ketentuan pada Ayat (6) yang berbunyi, "Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara"
Ketentuan lebih lanjut diatur pada Pasal 24 yang terdiri dari tiga ayat. Disebutkan bahwa pegawai KPK merupakan anggota korps profesi pegawai aparatur sipil negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.