Bisnis.com, JAKARTA - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat adanya 415 laporan terkait eksploitasi anak buah kapal (ABK) yang belum tertangani.
Kepala BP2MI Benny Ramdhani mengaku menemukan fakta menyedihkan ini melalui jajaran BP2MI, belum lama setelah dilantik pada April 2020. Pihaknya telah melaporkan deretan kasus ini ke Bareskrim pada 2 Juni 2020.
"Selama 2018 - 2020, tercatat 415 kasus yang diadukan oleH ABK dan keluarganya. Tidak ada satupun kasus yang naik P21 [penyidikan selesai]. Jangan-jangan tidak pernah ada [penyelesaian] karena penghentian perkara," tuturnya dalam webinar Pencaruan Jeadilan Korban Perdagangan Orang di Kapal Ikan Asing, Selasa (28/7/2020).
Berdasarkan data BP2MI, pengaduan terbanyak berasal dari ABK penempatan Taiwan (122).
Selain itu negara lainnya meliputi Korea Selatan (46), Peru (36), China (23), Afrika Selatan (16), Vietnam (15), Namibia (14), Kepulauan Fiji (13), Angola (10), dan Malaysia (10).
Tingginya pengaduan di Taiwan disebabkan adanya perwakilan BP2MI di Taiwan yang memudahkan koordinasi serta persebaran ABK di Taiwan terpusat di terpusat di teritori Taiwan.
Baca Juga
Mayoritas laporan adalah mengenai gaji yang tidak dibayar (183), meninggal dunia (46), kecelakaan (46), dan lainnya.
Eksploitasi yang dialami ABK WNI ini lantaran pengadu merupakan ABK non prosedural yang rentan terhadap pelanggaran perjanjian kerja.
"Tentu di balik kasus ini harus memaksa kita bicara merah putih dan bicara Republik. Negara tidak boleh kalah di hadapan perusahaan manning agency," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, terdapat empat ABK WNI yang bekerja di kapal Long Xing 629 yang meninggal. Tiga orang di antaranya meninggal di atas kapal sehingga jenazahnya dilarung di laut lepas. Adapun satu orang meninggal di rumah sakit di Busan, Korea Selatan.
Kejadian ini menimbulkan kecurigaan dari pihak pemerintah Indonesia terkait dengan kehidupan di atas kapal yang tidak layak hingga menyebabkan kematian ABK WNI.