Bisnis.com, JAKARTA - Kredit bermasalah di sektor perbankan India diperkirakan membengkak ke level tertinggi, bahkan dalam 2 dekade lebih setelah kebijakan lockdown memukul dunia usaha dan meningkatkan pengangguran.
Aset buruk bank akan meningkat ke angka 12,5 persen dari total pinjaman yang disalurkan pada Maret 2021, tertinggi sejak 1999, dari 8,5 persen pada tahun sebelumnya, ujar Bank Sentral India dalam laporan stabilitas sektor keuangan pada Jumat (24/7/2020).
Hal tersebut menyalakan alarm bahwa situasi makro ekonomi bisa memburuk ke depannya dan rasio kredit bermasalah bisa merangkak ke 14,7 persen berdasarkan skenario paling berat.
"Outlook masih penuh ketidakpastian. Sistem keuangan di India masih terjaga, tetapi dengan kondisi saat ini penambahan modal dan peningkatan ketahanan bank jadi prioritas utama," ujar Gubernur Bank Sentral India Shaktikanta Das dilansir Bloomberg, Jumat (24/7/2020).
Perbankan India saat ini menjadi salah satu yang memiliki masalah kredit macet terburuk di antara negara-negara dengan ekonomi besar lainnya.
Masalah ini akan mengikis bantalan modal bank-bank India dan membuat sulit ekspansi kredit di saat perusahaan-perusahaan membutuhkan pinjaman bank.
Kebijakan moratorium pembayaran pinjaman memberikan bantalan untuk sektor-sektor yang sedang berjuang di masa pandemi, tetapi bank-bank menghadapi kemungkinan perburukan kualitas kredit saat kebijakan tersebut berakhir pada Agustus mendatang.
Prediksi Bank Sentral India mendekati estimasi S&P Global Rating, yang memperkirakan kredit bermasalah di India akan mencapai 13,2 persen tahun depan.
Sementara itu, rasio permodalan bank diperkirakan turun dari 14,6 persen ke 13,3 persen. Angka ini bisa saja menjadi lebih buruk ke 11,8 persen dengan skenario paling berat, di mana lima bank terseret modalnya ke level 9 persen.
Bank-bank di India, dari ICICI Bank hingga Axis Bank telah mengumumkan rencana untuk menjual saham hingga miliaran dolar untuk meningkatkan modal dalam menghadapi kenaikan kredit bermasalah.