Pelaksanaan di Lapangan
Lalu, bagaimana pelaksanaannya di lapangan? Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau tak semuanya memiliki kondisi yang sama dan memadai.
Setelah dilakukan evaluasi, ternyata banyak guru mengeluhkan kalau PJJ bakal menjadi permanen, karena mereka tak memiliki kapasitas penuh meskipun diberikan pilihan untuk memberikan pembelajaran secara daring dan luring.
Adapun, sejumlah pihak juga merasa bahwa PJJ justru melanggar hak-hak guru, orang tua, dan anak.
Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat menegaskan agar pemerintah, terutama Kemendikbud tidak membuat proses PJJ menjadi permanen setelah pandemi selesai.
Anggota DPR Komisi X sekaligus Panja PJJ Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan bahwa beberapa kali Komisi X telah menanyakan kepada pihak Kemendikbud terkait mempermanenkan PJJ, namun masih belum mendapat jawaban jelas.
“Harapannya, usulan kami didengar agar PJJ tak berkelanjutan,” kata Agustina beberapa waktu lalu.
Menurutnya, proses sekolah melalui PJJ tidak akan memenuhi upaya dan keinginan orang tua utnuk mempersiapkan anak menghadapi dunia nyata. Jika sekolah PJJ, anak tidak akan siap dan benar merespons segala fenomena jika mereka tidak pernah melakukan sentuhan sosial seperti di dalam kelas.
Kemudian, Komisi X DPR juga menemukan banyak anak didik yang mengatakan dengan PJJ lebih nyaman karena bisa belajar lebih santai. Menurutnya ini bertentangan dengan tujuan sekolah, dimana anak dididik bukan untuk bersantai.
“Harapannya peserta didik tidak bersantai-santai malah. Ini justru mengkhawatirkan apakah kebijakan PJJ ini nantinya mengganggu kualitas perilaku anak-anak tersebut,” ucap Agustina.
Selain itu, melihat beberapa program yang sedang dilakukan Kemendikbud, Agustina menyarankan lebih baik anggaran digunakan fasilitas PJJ selama pandemi yang memadai bagi sekolah, guru, dan murid.