Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bakal menyambangi DPR RI untuk membahas sikap resmi pemerintah terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
"Besok saya mau ke DPR, jamnya masih diatur," kata Mahfud dalam konferensi Pers, Rabu (15/7/2020).
Dia mengatakan sejak awal pemerintah telah meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU HIP lagi. Mahfud mengatakan pemerintah meminta RUU HIP tak lagi dibahas karena dua alasan.
Pertama, pemerintah ingin lebih fokus ke penanganan Covid-19. Kedua, lanjut Mahfud, materinya masih menjadi pertentangan dan perlu lebih banyak menyerap aspirasi dari masyarakat.
Mahfud menjelaskan sejauh menyangkut substansi, terdapat dua sikap dasar pemerintah.
Pertama, dia menyatakan kalau mau membaca Pancasila, penyebarluasan Pancasila dan sosialisasi Pancasila, maka ketetapan MPRS Nomor 25 tahun 66 itu harus menjadi dasar pertimbangan utama sesudah undang-undang dasar.
Baca Juga
"Tanpa itu, pemerintah pada posisi tidak setuju membicarakan Pancasila tanpa berpedoman pada tap MPRS nomor 25 tahun 66, yaitu tentang pembubaran PKI dan larangan penyebaran ajaran komunisme, marxisme, leninisme kecuali untuk keperluan studi akademik, bukan untuk penyebaran," katanya.
Selain itu, lanjut Mahfud pemerintah berposisi bahwa Pancasila yang resmi dan dipakai itu hanya satu, yaitu pancasila yang ada di pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan yang terdiri dari lima sila.
"Yang merupakan satu kesatuan makna. dimaknai dalam satu tarikan nafas, tidak bisa dipisah, tidak bisa dikurangi, tidak bisa diperas. pokoknya itu Pancasila, bukan trisila atau ekasila," ujarnya.
Untuk itu, lanjut Mahfud pemerintah besok akan menyampaikannya secara resmi dalam bentuk surat menteri yang mewakili Presiden RI.
"Sehingga nanti silakan DPR setelah itu mau dibawa ke proses legislasi apa, apakah prolegnas atau apa, tetapi pemerintah akan menyatakan sikap seperti itu. satu, prosedur yang minta mendengar aspirasi masyarakat. Yang kedua substansi bahwa TAP MPRS itu final dan Pancasila yang sah, resmi, itu adalah Pancasila tanggal 18 Agustus 1945 yang bunyinya tidak bisa dikurangi dan tidak bisa ditambah," ungkapnya.