Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan mencatat adanya penurunan orang dengan HIV Aids (ODHA) yang datang ke pusat layanan selama masa pandemi Covid-19. Kondisi itu dinilai terkait dengan keterbatasan obat ARV dan ketidakmampuan ODHA menjangkau fasilitas layanan dan kesehatan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan, Wiendra Waworuntu mengatakan bahwa saat ini ARV diberikan gratis oleh pemerintah atau tanpa dipungut bayaran. Dengan demikian, jelasnya, akses dari segi baiaya berobat harusnya tidak menjadi masalah.
“Penurunan ODHA yang berobat ini kemungkinan dampak ekonomi, takut datang ke layanan. Kami sudah memberikan antisipasi untuk bisa tebus tiga bulan walaupun tetap tergantung pada ketersediaan obat,” jelasnya, Kamis (9/7/2020).
Untuk ketersediaan obat yang habis, seperti beberapa laporan yang diterima di Sukabumi dan Bekasi, Wiendra mengimbau fasilitas layanan dan kesehatan untuk segera langsung meminta ke dinas kesehatan di pemda atau perwakilan Kemenkes di daerah.
“Karena Jawa Barat harusnya dekat Jakarta, bisa langsung dipenuhi, apalagi untuk kita selalu mengutamakan pasokan untuk Pulau Jawa dengan tetap memastikan pengiriman lebih cepat untuk di daerah terpencil,” imbuh Wiendra.
Dia berharap akses ARV bagi ODHA bisa semakin dipermudah. Hal itu, misalnya, dapat dilakukan dengan menggunakan layanan pesan antar menggunakan ojek daring atau dengan layanan kesehatan daring lainnya.
Wiendra juga menegaskan perlu ada kampanye dan sosialisasi bahwa di masa pandemi ini ODHA bisa mendapatkan obat sampai dengan tiga bulan. Harapannya, seluruhf asilitas layanan dan kesehatan bisa memenuhi pasokan obat untuk memenuhi kebutuhan ODHA.
Timotius Hadi, Tim Jaringan Indonesia Positif, membenarkan bahwa terjadi keterbatasan ketersediaan obat di daerah.
“Di Jakarta tidak banyak masalah, tapi di beberapa daerah cukup terdampak, beberapa bulan lalu ada seperti di Sukabumi masih kosong. Kita khawatir juga soal keamanan karena jadi harus berkali-kali datang ke puskesmas karena dijatah obatnya untuk tiap dua minggu. Padahal, di Jakarta bisa dibuat resep untuk 2 bulan,” ungkap Timotius.
Penyebab kesulitan akses obat terbesar antara lain karena ekonomi terganggu. Hal ini mengganggu akses ODHA terkait ongkos jalan ke layanan.