Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat tersangka Rennier Abdul Rahman Latief-Komisaris PT Aditya Tirta Renata sekaligus pemilik PT Evio Sekuritas dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono mengemukakan bahwa tersangka tidak hanya dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi, tetapi juga dikenakan TPPU. Menurutnya, penyidik Kejagung telah menemukan alat bukti yang cukup, untuk menjerat tersangka dengan TPPU.
"Tersangka dijerat dengan TPPU dalam perkara pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015 kepada PT Aditya Tirta Renata tahun 2014-2015," tuturnya, Rabu (24/6) malam.
Selain dikenakan TPPU, kata Hari, tersangka juga telah ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan. Penahanan tersebut dilakukan, sesuai KUHAP agar tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan alat bukti dan mempengaruhi para saksi dalam kasus tersebut.
"Tersangka sudah ditahan sejak 3 Juni 2020 selama 20 hari ke depan," katanya.
Kasus tersebut berawal pada 3 Juni 2015, di mana PT Danareksa Sekuritas memberikan fasilitas pembiayaan repo kepada PT Aditya Tirta Renata sebesar Rp50 miliar.
Pemberian fasilitas pembiayaan repo itu dengan tenor (jangka waktu) selama satu tahun terhitung sejak 3 Juni 2015 sampai 28 Mei 2016. Jaminannya adalah saham SIAP sebanyak 433.000.000 lembar (closing price 25 Mei 2015 senilai Rp 231/ lembar) dan jaminan tambahan aset tetap berupa tanah seluas 5.555 m².
Sejak Oktober 2015, PT Aditya Tirta Renata tidak memenuhi kewajiban untuk membayar bunga dan pokok pinjaman atas fasilitas pembiayaan yang diberikan PT Danareksa Sekuritas (macet).
Sesuai perjanjian apabila PT Aditya Tirta Renata tidak memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan pokok, maka PT Danareksa Sekuritas dapat melakukan Forced Sell atas saham SIAP. Namun, saham SIAP itu tidak dilakukan Forced Sell sampai dengan disuspensinya saham SIAP pada 6 November 2015.
Dalam pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT Aditya Tirta Renata, diduga terjadi penyimpangan dengan tidak mempedomani Surat Keputusan Komite Pengelola Resiko, sehingga negara alami kerugian mencapai ratusan miliar.