Bisnis.com, JAKARTA — Twitter Inc. menghapus video kampanye Presiden AS Donald Trump yang diatribusikan untuk kematian George Floyd.
Adapun, salah satu platform media sosial terbesar di dunia itu menjelaskan bahwa video yang diunggah @TeamTrump menyalahi aturan hak cipta (copyright claim).
@TeamTrump sebagai akun resmi kampanye Donald Trump dengan jumlah pengikut sebanyak 1,7 juta mengunggah sebuah video yang berisi deretan foto dan clip tentang protes damai yang terjadi di AS belakangan ini.
Dari video itu terlihat momen-momen berduka masyarakat yang memprotes kematian George Floyd, seorang warga AS dengan latar belakang Afrika-Amerika.
Dalam video itu, diperlihatkan pula dukungan dari penegak hukum terhadap para pendemo diikuti alunan musik piano dan suara Trump mengatakan “mengobati, bukan membenci” sebagai upaya untuk menyatukan kembali Negeri Paman Sam.
Video tersebut setelah ditarik oleh Twitter masih dapat dilihat di kanal resmi Youtube Presiden Trump.
Baca Juga
Mengutip Bloomberg pada Jumat (5/6/2020), Twitter mencabut video tersebut dari platform-nya karena banyak laporan dari masyarakat bahwa kumpulan foto yang digunakan @TeamTrump diambil tanpa izin.
Langkah yang diambil Twitter Inc. ini merupakan seri terbaru hubungan cinta-dan-benci (love-and-hate) antara perseroan dengan Trump.
Akun @realDonaldTrump sendiri memiliki pengikut sebanyak 81,7 juta sehingga menjadikannya salah satu figur politik yang paling banyak diikuti.
Trump juga kerap menggunakan platform Twitter ketimbang media sosial lainnya untuk merayakan pencapaian pemerintah AS dan juga sering kali digunakan untuk menuding lawan-lawannya dengan cuitan yang sensasional.
Namun, ketika Trump mengunggah cuitan “when the looting starts, the shooting starts,” menanggapi kematian Floyd, Twitter langsung menegur keras Sang Presiden.
Pasalnya, dengan cuitan itu, Trump telah melanggar aturan umum karena seakan merayakan suatu kekerasan. Cuitan itu pun langsung diberi label peringatan oleh Twitter.
Sebelumnya, hubungan Twitter dan Trump juga sempat tegang setelah raksasa media sosial tersebut menempatkan pemberitahuan cek fakta di salah satu cuitan Trump. Hal itu menunjukkan bahwa cuitan Trump berkemungkinan mengandung hal-hal yang tidak benar.
Dalam rangka meretaliasi tindakan Twitter tersebut, Trump berencana melayangkan executive order.
Tidak hanya Twitter, perusahaan teknologi lain seperti Facebook Inc. disebut-sebut juga akan terjaring dalam aksi hukum Trump tersebut.
Langkah Trump ini pun menimbulkan reaksi dari para liberal dan konservatif khususnya mengenai hak kebebasan berpendapat di negara yang disebut paling menjunjung tinggi demokrasi.