Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah fokus pemerintah dalam skenario pemulihan ekonomi di Indonesia pasca pandemi Covid-19 adalah hilirisasi minerba, Indonesia masih kekurangan tenaga kerja lulusan Sarjana dan Diploma Teknik.
Padahal, pada tahun 2025, Indonesia diproyeksi akan membutuhkan 276.298 S1 Teknik dan 458.876 D3 Teknik. Sedangkan ketersediaan untuk S1 diproyeksi hanya berjumlah 27.721 dan D3 5.634 orang.
Artinya akan ada kekurangan tenaga S1 Teknik sebesar 248.577 dan D3 Teknik 453.243 pada tahun 2025. Hal tersebut dibahas dalam Rakor mengenai Hilirisasi Industri Logam dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Selasa, 2 Juni 2020.
Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Dr. Ir. Hendri Dwi Saptioratri Budiono M.Eng dalam paparannya menyampaikan bahwa berdasarkan data BPS pada 2019, mayoritas tenaga kerja di Indonesia berpendidikan SD ke bawah dengan jumlah sebesar 52,4 juta orang.
Berikutnya adalah lulusan pendidikan SMA dengan 23,1 juta orang, SMP 22,9 juta orang, lalu SMK 14,6 juta orang, kemudian baru Sarjana dengan 12,61 juta dan Diploma I/II/III dengan 3,6 juta orang.
Data kebutuhan, ketersediaan, dan kekurangan S1 Teknik dan D3 Teknik dari Kemenristek Dikti, menunjukkan Indonesia selalu mengalami defisit kebutuhan S1 dan D3 Teknik. Pada 2016,. Pada 2016, Indonesia membutuhkan 34.981 tenaga kerja S1, sedangkan ketersediaannya hanya 17.092, artinya ada kekurangan 17.889. Kebutuhan D3 sebesar 55.855 juga hanya tersedia 5.046, defisit 50.809. Angka ini terus membesar pada tahun 2019, di mana defisit untuk S1 menjadi 97.347 dan D3 sebesar 188.941.
Kebutuhan dan ketersediaan lulusan S1 Teknik dan D3 Teknik tersebut dikalkulasi dari 15 program studi, yakni Teknik Arsitektur, Dirgantara, Elektro, Fisika/Elektronika, Geodesi, Geologi, Industri, Informatika, Teknik Kelautan, Kimia, Linkungan, Mesin, Perminyakan, Sipil, dan Planologi.
“Rata-rata kebutuhan sarjana teknik di Indonesia meningkat menjadi 57.000 per tahun. Pada periode 2015-2020 diperkirakan melonjak menjadi rata-rata 90.500 per tahun. Padahal pada periode tersebut perkiraan jumlah sumber daya manusia yang dapat disediakan hanya 75.000,” ujar Prof. Hendri dalam paparannya seperti dikutip dari siaran persnya.
Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi, menyampaikan bahwa fakta ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah yang tengah gencar melakukan hilirisasi industri minerba. Padahal, industri hilirisasi memerlukan teknisi dalam jumlah yang sangat besar.
“Pak Menko tadi menyampaikan agar semua pihak fokus untuk menyiapkan program yang terintegerasi terkait pendidikan SDM dan kebutuhan industri. Sehingga nanti kami juga akan berkoordinasi dengan Kemendikbud, Kemenperin, dan Kemenaker. Pak Menko juga ingin agar pendidikan vokasi harus lebih diperhatikan, baik dari segi bidang studi maupun fasilitasnya,” terang Jodi.
Hadir dalam rapat tersebut di antaranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Dirjen Pendidikan Sekolah Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto, Direktur Poltek Industri Logam Morowali Prof. Isa S.Toha, Direktur Poltek Padamara Maluku Utara Selvianus Simange, Pakar Hidrometalurgi ITB Prof. Dr. Mohammad Zaki Mubarok.