Bisnis.com, JAKARTA – Antifa, gerakan Anti-Fasis dituduh Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai dalang pecahnya kerusuhan di sejumlah wilayah Amerika Serikat pasca terbunuhnya George Floyd oleh Polisi di kota Minneapolis.
“Amerika Serikat akan menetapkan Antifa sebagai organisasi teroris,” kicau Trump, Minggu (31/5/2020) waktu setempat.
The United States of America will be designating ANTIFA as a Terrorist Organization.
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 31, 2020
Dirangkum dari sejumlah media, BBC, Inggris menyebutkan Antifa merupakan gerakan perlawanan anti rasisme dan telah muncul pada 1920-1930.
Dalam buku Mark Bray, dengan judul Antifa: The Anti-Facist Handbook menyebutkan gerakan muncul dengan wajah modern di Amerika Serikat pada 1980 dengan mengenalkan Anti-Racist Action. Mereka menggerakan diri untuk menantang Neo Nazi. Gerakan ini kemudian menghilang namun muncul lagi setelah Trump berusaha menjadi presiden dengan mengedepan isu supremasi kulit pulih.
Dalam perjalanan organisasi yang disebut tanpa struktur itu. Sepanjang sejarah gerakan ini, ulas BBC, mereka menjadi wajah perlawanan terhadap Neo Nazi, Neo-fasisme, sepremasi kulit putih dan rasisme.
Dalam aksinya, gerakan ini selalu menggunakan pakaian hitam-hitam. Seringkali dalam aksi, gerakan ini menggunakan masker penutup wajah maupun helm. Dampaknya, dalam kehidupan normal mereka tidak mudah diidentifikasi oleh kepolisian ataupun kelompok ultra kanan.
Baca Juga
Aksi yang banyak dilakukan oleh anggota gerakan ini adalah mengganggu jalannya kegiatan kelompok ultra kanan dengan berteriak, membentuk benteng manusia hingga melakukan serangan siber dengan membuka aib para pendukung fasisme.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump meninggalkan gedung putih./Dok. Bloomberg
Aksi paling ekstrem dilakukan dengan demontrasi yang berakhir dengan kericuhan. Meski begitu, menurut BBC, aksi dengan kekerasan bukan tujuan namun sebagian anggota yang diwawancara menyebutkan kekerasan yang terjadi merupakan bentuk pembelaan diri.
The New York Times menyebutkan bahwa tidak ada data pasti berapa banyak masyarakat yang tergabung dalam gerakan ini.
New York Times yang juga mengutip buku Mark Bay menyebutkan tujuan utama gerakan anti fasisme adalah melawan kekerasan yang dijalankan oleh kaum fasis.
Tewasnya George Floyd pada 26 Mei 2020 lalu menimbulkan gelombang protes di Amerika Serikat. Setelah pecahnya kekacauan di Kota Minneapolis, aksi demonstrasi meluas ke New York City, Los Angeles, DC, Atlanta, Seattle, Miami, Chicago, Pittsburgh, Philadelphia, dan Louisville.
Dikutip dari Insider.com, bentrokan terjadi antara polisi dan demonstran. Media setempat melaporkan terjadi kerusuhan, perusakan, pembobolan, penjarahan, dan sejumlah pembakaran.
Kerusuhaan dan penjarahan berlanjut hingga malam di beberapa kota California termasuk La Mesa. Setidaknya, dilaporkan dua bank dibakar.