Bisnis.com, JAKARTA - Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengirimkan surat protes kepada Google Indonesia terkait keberadaan aplikasi "Kitab Suci Aceh" di Google Play Store.
Keberadaan aplikasi ini dinilai sangat provokatif dan telah meresahkan masyarakat Aceh selama beberapa hari terakhir. Pemprov dan masyarakat Aceh pun meminta Google segera menutup aplikasi tersebut secara permanen.
Nova menyampaikan surat keberatan dan protes keras tersebut pada 30 Mei 2020. Surat itu ditujukan langsung kepada Managing Director PT Google, Pacific Century Place Tower, Senayan, Jakarta Selatan.
"Sehubungan dengan munculnya aplikasi “Kitab Suci Aceh” di Google Play Store yang dipelopori oleh Organisasi Kitab Suci Nusantara [kitabsucinusantara.org], kami berpendapat bahwa Google telah keliru dalam menerapkan prinsip General Code of Conduct-nya yaitu “Don’t Be Evil” dan aturan-aturan yang tertuang dalam Developer Distribution Agreement-nya yang sangat menjunjung tinggi Local Law [hukum local],” ujar Nova dalam suratnya, berdasarkan keterangan resmi yang diterima Minggu (31/5/2020).
"Karena itu, kami atas nama Pemerintah dan masyarakat Aceh menyatakan keberatan dan protes keras terhadap aplikasi tersebut," lanjutnya.
Adapun poin-poin keberatan yang disampaikan Nova yaitu penamaan aplikasi yang tidak lazim secara bahasa karena nama “Kitab Suci Aceh” menunjukkan bahwa kitab suci tersebut hanya milik masyarakat Aceh.
Baca Juga
Nama aplikasi ini kata Nova seolah menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat Aceh adalah penganut kitab suci yang ada dalam aplikasi tersebut.
Aplikasi itu juga dinilai sangat provokatif karena semua penutur Bahasa Aceh di Aceh beragama Islam. Menurutnya aplikasi ini merupakan upaya pendangkalan akidah dan mendiskreditkan Aceh.
Hal tersebut, kata Nova, bertentangan dengan Pasal 28E Ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 45A Ayat (2) UU No. 19/2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 21 Qanun Aceh No. 4/2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah, serta Pasal 3 dan 6 Qanun Aceh No.8/2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah.
Nova menuturkan, aplikasi tersebut telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Aceh yang berdampak kepada kekacauan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan dapat menimbulkan konflik horizontal.
"Munculnya aplikasi ini telah menuai berbagai bentuk protes di kalangan masyarakat dan media sosial, baik secara pribadi maupun kelembagaan yang dapat mengancam kerukunan umat beragama di Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.