Bisnis.com, JAKARTA - Pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap Miftahul Ulum, Mantan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi dinilai merupakan salah satu bentuk intervensi hukum.
Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, langkah hukum yang diambil Kejaksaan Agung patut dipertanyakan atas pertimbangan beberapa hal.
Pertama, kuat dugaan pemanggilan Ulum oleh Kejaksaan Agung setelah memberikan keterangan di persidangan diduga kuat terkait langsung dengan kesaksiannya. Pada persidangan tersebut, Ulum menyebutkan adanya dugaan aliran dana ke mantan Jampidsus Adi Toegarisman.
“Perihal momentum ini penting untuk disorot, jangan sampai ada upaya dari Kejaksaan Agung untuk melindungi oknum-oknum tertentu yang diduga terlibat dalam praktik korupsi,” kata Kurnia pada Kamis (21/5/2020).
Kedua, Kurnia menilai pihak Kejaksaan Agung tidak berhak untuk menilai keterangan yang disampaikan oleh Ulum di persidangan dengan terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi. Perkara itu, lanjutnya tidak ditangani langsung oleh Kejaksaan Agung. Seharusnya Kejaksaan Agung sebagai penegak hukum dapat memahami yang berhak untuk menilai kesaksian di persidangan hanya majelis hakim.
Berdasarkan hal tersebut, Kurnia mengatakan masyarakat akan memiliki persepsi bahwa pemanggilan Ulum oleh Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam sebuah perkara dugaan korupsi menjadi akibat dari keterangannya yang menyasar salah seorang mantan petinggi di organisasi itu.
Baca Juga
Hal tersebut pada akhirnya akan memunculkan anggapan Kejaksaan Agung mencampuri urusan hukum milik KPK dan terkesan ingin menyelamatkan rekan sejawatnya.
“Seharusnya Kejaksaan Agung mendukung upaya KPK yang sedang berupaya membongkar praktik rasuah di Kemenpora tersebut. Bahkan, jika di kemudian hari ditemukan adanya dugaan keterlibatan pihak lain, pihak Kejaksaan Agung sebenarnya secara hukum tidak punya hak untuk turut ikut campur,” jelasnya.
Kurnia melanjutkan, langkah Kejaksaan Agung yang terkesan ingin menyelamatkan rekan sejawatnya bukan kali pertama ini saja terjadi. Pada pertengahan 2019 yang lalu, saat KPK melakukan tangkap tangan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, terkesan adanya dugaan intervensi terhadap proses hukum.
“Mulai dari anggota DPR sampai mantan Jaksa Agung saat itu mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menginginkan agar proses hukum terhadap jaksa-jaksa dilakukan oleh internal Kejaksaan sendiri. Tentu publik tidak menginginkan hal ini kembali terulang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku telah memeriksa mantan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi yaitu Miftahul Ulum untuk mendalami perkara dugaan tindak pidana suap eks Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono menjelaskan bahwa Miftahul Ulum telah diperiksa tim penyidik Kejagung di Rutan Salemba Jakarta Pusat untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana suap Adi Toegarisman dalam kasus KONI.
"Iya benar, yang bersangkutan sudah kami periksa untuk mendalami pernyataannya soal dugaan suap itu," tuturnya, Rabu (20/5/2020).
Menurutnya, pernyataan Mifrahul Ulum mengenai dugaan suap kepada Adi Toegarisman sebesar Rp7 miliar untuk menghentikan kasus tersebut sudah terbantahkan. Pasalnya, menurut Hari, tim penyidik masih memeriksa saksi untuk mendalami perkara tindak pidana KONI di Kejagung.
"Jadi dengan adanya pemeriksaan sejumlah saksi yang dilakukan tim penyidik terkait perkara KONI, itu sekaligus menepis tudingan Miftahul Ulum di Pengadilan," katanya.