Bisnis.com, JAKARTA - Bandara Internasional Soekarno-Hatta berpotensi menjadi klaster baru penyebaran virus corona (Covid-19) menyusul kasus penumpukan penumpang pada 14 Mei lalu.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho pada Selasa (19/5/2020).
Teguh menjelaskan, simpulan tersebut didapat usai Ombudsman melakukan inspeksi mendadak di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Sabtu (16/5/2020) lalu. Sidak tersebut dilakukan dua hari setelah terjadinya penumpukan penumpang yang mengabaikan protokol kesehatan di bandara tersebut.
“Kami menemukan, ada potensi besar Bandara Soetta menjadi wahana cluster penyebaran Covid-19 baik pada tanggal 14 Mei 2020 maupun di hari-hari berikutnya,” ujarnya.
Berdasarkan temuan Ombudsman, Teguh menyampaikan, tidak ada proses validasi keabsahan dokumen perjalanan dalam peristiwa penumpukan penumpangan pada 14 Mei lalu.
Khusus pada tanggal yang sama, berdasarkan keterangan dan dokumen yang diperoleh tim pemeriksa Ombudsman, saat itu hanya ada satu check point untuk 13 penerbangan.
Baca Juga
"Dengan situasi ini dapat dipastikan tidak ada proses check and re-check oleh petugas di lapangan terhadap keabsahan dokumen tersebut, bahkan untuk sekedar memastikan bahwa para penumpang memiliki seluruh dokumen yang diperlukan. Temuan tersebut terkonfirmasi dari keterangan Otoritas Bandara yang menyatakan bahwa tidak ada proses validasi dokumen," jelas Teguh.
Hal serupa juga terjadi saat Ombudsman melakukan sidak 16 Mei lalu. Penumpang tetap bisa berangkat meskipun tidak memenuhi syarat dari daftar check list dokumen yang ada. Pihak Otoritas Bandara mengaku telah melakukan perbaikan dan evaluasi dengan memecah check point dari hanya dipusatkan di satu titik menjadi dibagi ke dalam empat lapis.
Namun, hal tersebut tidak serta merta memperbaiki sistem pengecekan keabsahan dokumen perjalanan penumpang.
"Otoritas Bandara Soetta beralasan jumlah personel dan kewenangan yang terbatas serta jeda waktu antarpenerbangan menyebabkan proses pengecekan keabsahan dokumen tidak mungkin dilakukan," katanya.
Aspek lain yang menjadi temuan Ombudsman adalah tidak ada proses strerilisasi kawasan pemeriksaan. Sehingga, banyak pihak yang tidak berkepentingan termasuk terduga calo memberikan bantuan kepada calon penumpang untuk lolos proses pemeriksaan.
Teguh menilai potensi itu sangat mungkin terjadi karena Ombudsman menemukan pihak-pihak tersebut juga menawarkan jasa bantuan di Drop Zone Area. Mereka menawarkan jasa membantu penumpang untuk berangkat atau jika pesawat telah memenuhi batas kuota, tawaran berikutnya berangkat dengan travel plat hitam ke daerah-daerah tujuan penumpang.
"Pelaksanaan mudik dengan pembatasan yang pemeriksaan dokumennya dilaksanakan langsung di bandara adalah sebagai mission impossible bagi para operator di lapangan. Kami juga mengkhawatirkan hal serupa juga akan terjadi di stasiun kereta api dan terminal-terminal bus." ujarnya.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Teguh meminta Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, untuk melakukan penelusuran kepada penumpang di Bandara Soetta pada 14 Mei 2020.
Selain itu, pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 dan Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 juga perlu dievaluasi kelanjutan penerapannya.
“Evaluasi ini penting jika kebijakan kita terkait penanganan Covid-19 masih berfokus pada pemutusan rantai penyebaran virus dan belum berubah menjadi pendekatan herd immunity,” tambahnya.
Teguh juga meminta pemerintah untuk menghentikan seluruh proses kegiatan penerbangan, perjalanan kereta kereta api, maupun angkutan transportasi mudik lainnya. Proses evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan yang telah ada selama ini perlu dilakukan untuk menentukan kelanjutan kebijakan teraebut.
"Simulasi sistem dan uji coba mekansime pengecekan keabsahan dokumen juga perlu dilakukan," pungkasnya.