Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Dulay menyayangkan keputusan pemerintah untuk menaikan iuran BPJS Kesehatan mengingat kondisi masyarakat saat ini yang tengah kesulitan akibat pandemi virus Corona atau Covid-19.
Adapun, kenaikan iuran BPJS terbaru diatur dalam dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang berlaku per 1 Juli 2020
"Saya menyayangkan kenaikan BPJS dalam situasi saat ini," kata Saleh kepada Bisnis, Senin (18/5/2020).
Saleh menilai dengan kenaikan BPJS tersebut, ada potensi pemerintah untuk mengabaikan dua institusi demokrasi di Indonesia, yakni DPR dan Mahkamah Agung (MA). Dia menyebut dalam beberapa kali rapat kerja, DPR memberikan saran dan masukan agar iuran BPJS tidak dinaikan saat ini.
"Seakan-akan ada pengabaian masukan saran dan aspirasi masyarakat yang disampaikan DPR kepada pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah dinilai tidak mematuhi putusan MA Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Salah menuturkan memang iuran pada April, Mei, dan Juni dikembalikan pada keputusan sebelum Perpres 75/2019 yaitu Rp25.500 untuk kelas III, Rp51.000 untuk kelas II, dan Rp80.000 untuk kelas satu.
Baca Juga
"Itu hanya semacam taktik dari pemerintah bahwa mereka itu patuh, padahal cuma 3 bulan saja," ucap Saleh.
Satu hal yang sangat dikhawatirnya dengan kenaikan BPJS, wibawa pemerintah dan tingkat kepercayaan masyarakat akan menurun karena telah mengabaikan dua insitusi negara yang selevel dengan pemerintah. Apalagi, jikalau nanti kembali muncul judicial review atas Perpres terasbut ke MA.
"Kalau JR pemerintah kalah lagi, saya khawatir, presiden sendiri yang turun wibawanya karena dua kali kalah di MA. Bisa jadi setelah kalah lagi, dibuat Perpres baru, nanti diuji lagi, akhirnya tidak selesai," ujarnya.
Oleh karena itu, Saleh menyarankan agar pemerintah sebaiknya meninjau ulang kenaikan iuran tersebut. Menurutnya, pemerintah dapat menunggu saat yang tepat ketika rakyat mampu dan mampu membiayai.
"Baru saat itu kita memikirkan cara terbaik," ujar Saleh yang merupakan politisi PAN ini.
Kenaikan iuran menurut Saleh nyatanya bukan solusi menyelesaikan seluruh masalah di BPJS. Hal ini diprediksi hanya menutupi sementara defisit BPJS Kesehatan.
"Pernah ada juga simulasi. Mungkin saja 3 - 4 tahun defisit bisa ditahan tapi bisa defisit lagi di tahun kelima," imbuhnya.
Dia berpendapat lebih baik saat ini BPJS bebenah diri dengan menjalani rekomendasi audit investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diserahkan sejak setahun lalu. Beberapa hal yang perlu dibenahi misalnya fraud atau kecurangan dari pihak Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan dan klaim.
"Untuk melakukan pengawasan, BPJS belum mampu secara utuh. Tim verifikator tidak ada yang day to day untuk awasi klaim itu. Saya khawatir kalau dinaikkan, belum selesaikan masalah BPJS itu," ungkapnya.
Begitu pula soal pendataan peserta, Saleh menyatakan masih banyak masyarakat yang membutuhkan tetapi tidak dimasukkan ke dalam daftar penerima bantuan iuran (PBI). Ada juga yang tidak membutuhkan karena mampu tapi malah dimasukkan ke daftar tersebut.