Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Naikkan Iuran BPJS di Tengah Covid-19, Putusan Jokowi Dikaitkan dengan Kartu Prakerja

Di satu sisi, pemerintah dinilai sanggup memberikan stimulus kepada korporasi besar, termasuk untuk Program Kartu Prakerja. Namun, di sisi lain Jokowi membebani masyarakat dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Iuran BPJS Kesehatan ditetapkan kembali naik per 1 Juli 2020/Ilustrasi-BPJSKesehatan
Iuran BPJS Kesehatan ditetapkan kembali naik per 1 Juli 2020/Ilustrasi-BPJSKesehatan

Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona (Covid-19) patut dipertanyakan.

Di satu sisi, pemerintah dinilai sanggup memberikan stimulus kepada korporasi besar, termasuk untuk Program Kartu Prakerja. Namun, di sisi lain pemerintah membebani masyarakat dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Heryawan. Dia mengkritik kebijakan pemerintah yang menaikkan iuran BPJS melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.

Dalam Perpres ini, jelasnya, pemerintah memutuskan iuran peserta PBPU dan peserta BP kelas I sebesar Rp150.000, kelas II sebesar Rp100.000, dan kelas III sebesar Rp42.000.

"Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp110.000, dan Rp 51.000 untuk kelas III yang beberapa waktu lalu dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena digugat oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia [KPCDI]", ujarnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (16/5/2020).

Apalagi menurut Netty, kenaikan iuran BPJS ini justru dilakukan pemerintah saat kesehatan dan eknomi rakyat dihantam badai Covid-19.

"Negara kita memang beda, saat rakyat butuh bantuan karena hantaman corona, justru pemerintah menaikkan iuran BPJS, " katanya.

Menurut dia, di saat seperti ini pemerintah seharusnya melonggarkan segala bentuk tanggungan masyarakat, bukannya justru tambah membebani.

"Kalau kondisinya seperti sekarang, negara lain justru berusaha buat mensubsidi rakyatnya seperti negara Inggris yang akan melakukan apa saja untuk mensubsidi NHS [National Health Services], sementara pemerintah kita malah menambah beban, makanya saya bilang negara kita memang beda, " tuturnya.

Padahal selama ini, imbuhnya, pemerintah mempunyai uang untuk memberikan stimulus kepada korporasi-korporasi besar.

Tidak hanya itu, juga sanggup membuang-buang uang untuk Program Kartu Prakerja yang tidak jelas ada manfaatnya.

"Masa ngasi stimulus ke perusahaan-perusahaan besar sanggup, sementara mengurangi beban rakyat tidak mau, kan ini patut dipertanyakan" katanya.

Dia menilai dengan menaikkan iuran BPJS, belum tentu bisa mengurangi defisit yang dialami BPJS. Apalagi, dengan kenaikan iuran berpotensi memperlebar defisit karena masyarakat bisa saja beramai-ramai pindah ke kelas yang lebih rendah, mengingat ekonomi masyarakat menurun karena Covid-19.

 "Keputusan MA kemarin kan jelas, beberapa alasan dikabulkannya gugatan atas Perpres 75/2019 itu karena keuangan BPJS tidak transparan, ditambah lagi bonus yang berlebihan untuk pejabat BPJS, juga banyak perusahaan yang tidak bayar BPJS, harusnya ini yang dikoreksi bukan malah menambah beban rakyat" tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nurbaiti
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper