Bisnis.com, JAKARTA - Kelompok radikal dinilai akan gentar atau keder dengan rencana Presiden Jokowi melibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme di Indonesia.
Asumsi itu disampaikan peneliti terorisme dari UI Ridlwan Habib terkait Peraturan Presiden tentang keterlibatan TNI dalam menangani terorisme di Indonesia.
Presiden Joko Widodo dikabarkan akan menerbitkan Perpres terkait pelibatan TNI tersebut.
Habib mengatakan, Presiden Joko Widodo akan menerbitkan Perpres terkait dengan UU Nomor 5/2018 tentang Penanggulangan Terorisme, yang di dalamnya mengatur secara rinci pelibatan TNI dalam menangani terorisme.
"Naskah rancangan Perpres itu menggentarkan kelompok radikal. Ada kepanikan dan ketakutan dari jaringan radikal kalau TNI masuk,” kata Habib, di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Menurut dia, pelibatan TNI sejak proses penangkalan terorisme, penindakan sampai dengan masa pemulihan sudah tepat untuk diterapkan. “Intelijen TNI bisa lebih efektif melakukan operasi pencegahan teror,“ ujar Habib.
Selama ini TNI sudah mempunyai satuan dan kemampuan intelijen baik di tingkat Markas Besar TNI sampai di tingkat satuan teritorial, di antaranya di tingkat Kodim, sehingga data intelijen itu bisa digunakan sebagai upaya penangkalan rencana terorisme.
“Di beberapa grup medsos kelompok radikal tampak ketakutan dan kepanikan. Kelompok ini cemas karena memang TNI punya jejaring sampai ke desa,” kata Habib.
Perpres itu juga mengatur tentang penindakan terhadap kejadian terorisme. Pada pasal 9 naskah rancangan Perpres itu diatur jenis-jenis serangan teror yang dapat diatasi TNI. Misalnya, lanjut dia, serangan yang ditujukan pada presiden dan wakil presiden, serangan pada objek vital nasional, dan aksi terorisme lain berskala tinggi.
”TNI punya Gultor [detasemen khusus penanggulangan teror), ada juga Komando Operasi Khusus Mabes TNI yang bisa digerakkan setiap saat,” ujar alumnus S2 Intelijen UI itu.
Ia menjelaskan, Perpres itu juga tidak menabrak norma hukum peradilan umum karena jelas diatur dalam pasal 10 naskah rancangan Perpres bahwa hasil penindakan segera diberikan kepada Kepolisian Indonesia untuk diproses hukum. "Jadi tidak bertentangan dengan norma peradilan," ujarnya.
Dia menambahkan kekhawatiran bahwa Perpres itu akan melanggar HAM juga tidak tepat.
"Selama ini pada praktiknya TNI sudah terlibat, misalnya di Operasi Tinombala di Poso, justru dengan adanya Perpres ini bisa lebih diawasi dan terukur,” ujar Habib.
Naskah rancangan Perpres Tugas TNI dalam mengatasi terorisme terdiri atas 7 bab dan 15 pasal. Saat ini, naskah rancangan Perpres itu sudah selesai dan menunggu penomoran resmi lembaran berita negara.